Kasus Pati Jadi Pelajaran Pahit

Kasus Pati Jadi Pelajaran Pahit

Wakil Gubernur Kalteng H Edy Pratowo

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Protes massal di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menjadi perhatian nasional. Aksi ini dipicu oleh kebijakan pemerintah daerah setempat yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Kebijakan tersebut disinyalir turut dipicu oleh pemangkasan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat.

Pemangkasan TKD ini berlaku secara nasional dan berdampak pada keuangan daerah, termasuk di Kalimantan Tengah (Kalteng). Pemerintah daerah kini didorong untuk menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara lebih maksimal.

Wakil Gubernur Kalteng H Edy Pratowo menegaskan kondisi ini tidak hanya terjadi di satu atau dua daerah.

“Hampir seluruh Indonesia, bukannya hanya efisiensi anggaran, secara otomatis seperti Dana DAK ditarik semua,” ujar Edy usai mengikuti rapat paripurna di DPRD, baru-baru ini.

Ia menyatakan, pemerintah daerah tidak tinggal diam. Berbagai upaya untuk meningkatkan PAD harus terus dilakukan, terutama melalui sektor-sektor yang potensial.

“Makanya kita berusaha untuk melakukan upaya-upaya meningkatkan PAD melalui sektor lain,” katanya.

Menurutnya, kemandirian fiskal harus menjadi fokus utama pemerintah daerah dalam menghadapi tantangan pengurangan dana dari pusat.

“Sering disampaikan, kemandirian fiskal itu ukur dari bagaimana kita mengoptimalkan sumber PAD,” tegasnya.

Edy menyebutkan bahwa saat ini peluang besar ada di sektor 3P, (pertambangan, perkebunan, dan perhutanan). “Sekarang yang bisa itu kan di 3P,” ucap Edy

Ditanya soal kebijakan menaikkan pajak seperti yang dilakukan di Pati, Edy menekankan bahwa hal itu tidak bisa dilakukan, sebab kebijakan harus diambil berdasarkan aspirasi masyarakat.

“Enggak bisa begitu, makanya kami mengimbau seluruh kepala daerah di Kalimantan Tengah untuk menjadikan peristiwa di Kabupaten Pati sebagai pengalaman pahit,” jelasnya.

Kendati demikian, ia kembali mengingatkan dalam merancang kebijakan, pemerintah daerah juga harus mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat.

“Tetap dilihat kemampuan. Pemerintah daerah anggarannya sudah berkurang, pasti (keuangan) masyarakat juga berkurang,” tandasnya. jef