PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Puluhan massa dari Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kalimantan (KMHAK) Provinsi Kalimantan Tengah menggelar aksi damai di depan Kantor Pengadilan Tinggi (PT) Palangka Raya, Jalan RTA Milono, Rabu (14/5) siang.
Aksi ini digelar sebagai bentuk protes terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sampit yang dinilai merugikan dan menyinggung masyarakat adat Dayak.
Perwakilan Orasi KMHAK sekaligus tergugat 1, Yanto Eko Putra menyampaikan tuntutan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Palangka Raya dan Hakim Pengawas Bidang untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik oleh Majelis Hakim PN Sampit dalam memutus perkara perdata Nomor: 36/Pdt.G/2024/PN.Spt, tertanggal 29 April 2025.
“Aksi demonstrasi ini untuk menuntut agar Ketua PT Palangka Raya mengambil tindakan tegas terhadap oknum-oknum Majelis Halim PN Sampit,” ujarnya.
Yanto menilai, putusan tersebut bersifat ultra petita melebihi tuntutan yang dimohonkan dalam gugatan dan telah mencederai eksistensi masyarakat hukum adat Dayak.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa putusan Kerapatan Mantir Perdamaian Adat Kecamatan Tualan Hulu Nomor: 1/DKA-TH/PTS/V/2024 tertanggal 2 Mei 2024 tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum. Hal ini dinilai sebagai bentuk pelecehan terhadap sistem hukum adat yang diakui secara konstitusional.
“Majelis hakim telah melampaui kewenangannya dan secara tidak langsung merendahkan martabat hukum adat Dayak. Kami menuntut agar hal ini ditindaklanjuti secara serius,” katanya.
Menurutnya, terdapat dasar hukum yang mewajibkan hakim untuk menggali hukum hidup di mayarakat sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Ia menilai, putusan majelis hakim PN Sampit tersebut telah menyinggung masyarakat hukum adat Dayak.
“Pasal ini menegaskan bahwa hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum serta rada keadilan yang hidup dalam masyarakat,” tambahnya.
Massa juga menuntut agar Ketua Pengadilan Tinggi Palangka Raya menyampaikan permintaan maaf secara tertulis kepada seluruh masyarakat hukum adat Dayak dan kelembagaan adat Dayak se-Kalimantan Tengah atas pelanggaran tersebut. Mereka juga meminta jaminan agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Tak hanya itu, para aksi mendesak Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah untuk segera menggelar sidang adat Basara Hai sebagai respons atas putusan tersebut dan untuk menegakkan martabat hukum adat di tengah kehidupan masyarakat.
Sementara itu, Wakil Ketua PT Palangka Raya Muhammad Damis menyampaikan, pihaknya akan mendengarkan orasi dari demontrasi dan pihak dari PN Sampit.
“Orasi ini akan kami respon dari semua pihak, jadi kami tidak bisa mengambil keputusan dari pihak sebelah saja. Kami akan mendengarkan juga evaluasi dari pihak PN Sampit,” ujarnya.
Damis memberikan jaminan bahwa para hakim di PT Palangka Raya bekerja secara independen dan tidak terpengaruh oleh tekanan pihak manapun.
“Di sini tidak ada titipan. Hakim kami bekerja secara mandiri. Kami mencatat semua aspirasi masyarakat sebagai bahan pertimbangan dalam proses banding yang sedang berjalan,” tutupnya.
Sepanjang aksi berlangsung dengan damai dan tertib, dengan pengamanan dari aparat kepolisian. dte