Hukrim  

Aliansi Mahasiswa Desak Revisi RUU KUHAP

Aliansi Mahasiswa Desak Revisi RUU KUHAP
DEMO-Aliansi mahasiswa ketika demo di depan kantor DPRD Kalteng. TABENGAN/ADE

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Gabungan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Reformasi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menggelar aksi damai di depan Kantor DPRD Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) pada Senin (28/7).

Dalam aksi tersebut, massa menyuarakan penolakan terhadap sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP yang dinilai bermasalah dan berpotensi mencederai prinsip keadilan dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.

Glennio Sahat Solu Sihombing, selaku juru bicara aksi, menilai bahwa proses penyusunan RUU KUHAP saat ini minim partisipasi publik dan mengandung banyak pasal kontroversial.

“RUU ini tidak melibatkan partisipasi masyarakat. Banyak pasal yang justru memberi ruang lebih luas bagi aparat penegak hukum, termasuk TNI dan Polri, untuk merangkap jabatan di posisi sipil dan berpotensi menindas masyarakat sipil,” ujarnya.

Ia juga menyoroti Pasal 23 RUU KUHAP, yang dianggap tidak menjamin prinsip akuntabilitas dalam proses hukum. Menurutnya, pasal ini tidak sejalan dengan prinsip-prinsip perlindungan hukum yang berlaku secara universal.

Dalam orasinya, Glennio mengkritik kewenangan aparat penegak hukum yang dinilai terlalu luas dalam draf RUU KUHAP. Misalnya, aparat dapat melakukan penyadapan dan penangkapan hingga tujuh hari tanpa kejelasan proses hukum yang transparan.

“Minimnya pengawasan dari pengadilan terhadap tindakan paksa seperti penyadapan dan penangkapan, serta diberikannya kewenangan penyidikan kepada TNI, adalah hal yang ugal-ugalan dan berbahaya bagi demokrasi,” tegasnya.

Sementara itu, praktisi hukum sekaligus Ketua DPC PERADI Palangka Raya, Kartika Candrasari, menyatakan bahwa revisi KUHAP memang diperlukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum yang dinamis. Namun, ia menegaskan bahwa penolakan terhadap RUU tersebut sebaiknya disertai argumentasi dan solusi yang jelas.

“Penolakan terhadap suatu produk hukum harus disertai dengan alasan yang jelas dan logis. RUU KUHAP memang harus diperbarui karena KUHAP lama sudah tidak relevan dengan kondisi hukum saat ini,” ujarnya.

Kartika juga menyarankan agar pihak-pihak yang keberatan dengan materi RUU KUHAP, dapat menggunakan mekanisme hukum yang tersedia setelah undang-undang disahkan.

“Jika nanti RUU KUHAP disahkan dan masih menimbulkan keberatan, maka upaya Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi adalah langkah yang tepat. Dengan begitu, akan terlihat apakah pasal-pasal tersebut benar-benar bertentangan dengan norma hukum dan konstitusi,” pungkasnya. mak