Hukrim  

Sanksi Berat Menanti Pelaku Karhutla

Sanksi Berat Menanti Pelaku Karhutla
Praktisi Hukum Hamlizar Enrico Tulis

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Praktik pembukaan lahan dengan cara dibakar masih sering terjadi di Indonesia, khususnya pada sektor pertanian dan perkebunan di wilayah Kalimantan. Padahal, tindakan ini berpotensi besar menimbulkan kerusakan lingkungan, memicu kebakaran hutan dan lahan (karhutla), serta berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat akibat asap yang dihasilkan.

Negara melalui berbagai regulasi telah secara tegas melarang praktik tersebut. Praktisi hukum Muhammad Hamlizar Enrico Tulis, menjelaskan bahwa larangan membakar lahan diatur secara eksplisit dalam sejumlah undang-undang. Salah satunya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

“Pasal 69 ayat (1) huruf h menyebutkan bahwa setiap orang dilarang membuka lahan dengan cara membakar. Sementara Pasal 108 mengatur ancaman pidana bagi pelanggar, yaitu penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda antara Rp3 miliar hingga Rp10 miliar,” jelas Enrico, Rabu (30/7).

Selain itu, ketentuan serupa juga tercantum dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (yang telah diubah dengan UU Cipta Kerja).

“Pada Pasal 50 ayat (3) huruf d, disebutkan setiap orang dilarang membakar hutan. Dan Pasal 78 ayat (3) mengatur ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp5 miliar bagi pelanggarnya,” sambungnya.

Lebih lanjut, Enrico menambahkan bahwa ketentuan pidana terkait pembakaran juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Pada Pasal 187 KUHP, barang siapa dengan sengaja menyebabkan kebakaran yang membahayakan umum diancam dengan pidana penjara hingga 12 tahun. Jika kebakaran menimbulkan korban jiwa, ancamannya dapat meningkat menjadi 15 tahun,” ungkapnya.

Menurut Enrico, pertanggungjawaban pidana tak hanya berlaku bagi pelaku perorangan, tetapi juga dapat dijerat kepada korporasi atau perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran untuk membuka lahan. Berdasarkan Pasal 116 UU PPLH, korporasi sebagai badan hukum serta pimpinan atau penanggung jawabnya dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

“Dalam konteks ini juga berlaku prinsip strict liability, artinya pelaku dapat dijatuhi hukuman meskipun tanpa perlu dibuktikan unsur kesalahan, apabila dampak lingkungan sudah terbukti terjadi,” tambah Enrico.

Ia menegaskan, tindakan membuka lahan dengan cara membakar secara hukum Indonesia termasuk tindak pidana karena bertentangan dengan prinsip perlindungan lingkungan hidup. “Pelaku dapat dijerat sanksi pidana berdasarkan UU PPLH, UU Kehutanan, maupun KUHP. Penegakan hukum ini penting untuk memberikan efek jera dan menjaga kelestarian lingkungan,” pungkasnya. mak