Pendidikan Pinggiran Kota Memprihatinkan

PALANGKA RAYA/tabengan.com – Perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan di wilayah Kota Palangka Raya rupanya belum maksimal. Masih ada ada sekolah yang kekurangan buku pelajaran, bahkan juga guru. Salah satunya di kawasan pinggiran kota di Kelurahan Kanarakan, Kecamatan Rakumpit. Hal ini terungkap saat anggota DPRD Kota Palangka Raya dari Daerah Pemilihan (Dapil) II melakukan kegiatan reses atau terjun langsung ke masyarakat konstituennya, pecan lalu.

Anggota Dewan Kota yang ikut reses itu, Ida Ayu Nia Anggraini sebagai ketua rombongan, Chrismes G Djaga, Subandi, Pina Panduwinata , Jum’atni dan Ida Bagus Putu Mas Gunawan. Ida Ayu Nia Anggraini mengatakan, ketika pihaknya melakukan kunjungan ke Kelurahan Kanarakan khusus bidang pendidikan ke sekolah, ternyata cukup memprihatinkan. Pasalnya, sekolah SD – SMP di sana sangat kekurangan buku-buku pelajaran dan hingga sekarang belum dapat distribusi buku.

Selain itu, termasuk sekolah Taman Kanak-kanak (TK) juga kekurangan alat-alat peraga bermain, kemudian ruang belajarnya sudah tidak layak, bangunannya pun banyak dimakan rayap dan tawon. Dewan sangat prihatin dengan kondisi atau potret pendidikan di Kota Palangka Raya, khususnya di daerah pedalaman yang masih belum tersentuh pendidikan yang layak. Terutama dari segi sarana dan prasarana pendidikan. Padahal anggaran pendidikan cukup tersedia, termasuk untuk pengadaan buku pelajaran, kenapa justru distribusi buku tidak pernah sampak kesana.

“Bahkan paling menyedihkan, sekolah di sana masih ada buku-buku jadul/lama. Misalkan buku “Ini Ibu Budi atau Ini Bapa Budi” dan belum diperbaharui,” ucapnya prihatin. DPRD Kota minta kepada Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya untuk segera memperhatikan dan menindaklanjuti kondisi pendidikan khususnya di wilayah pedalaman agar mereka dapat menikmati pendidikan yang layak dan berkualitas.

Disamping itu yang juga memprihatinkan, disana pun kekurangan guru atau tenaga didik, satu orang guru bisa mengajar beberapa mata pelajaran (tidak ada guru Agama dan guru IPA), sehingga guru disana segan mengajarkan agama, karena takut salah memberikan bahan ajar, karena bukan bidangnya. Menurut Ida, para guru juga minta kepada Pemerintah Kota untuk membuka akses jalan menuju ke Tangkiling sekitar 500 meter, mereka minta tembusan atau pembukaan jalan tersebut diperioritaskan.

Karena selama ini, guru-guru tidak mau mengajar di sana karena jarak tempuh ke sekolah harus menggunakan jalur sungai dan biayanya pun cukup mahal menggunakan perahu motor atau kelotok/alkon. Sedangkan jalan darat harus melalui hutan, sehingga minta jalannya dibuka untuk akses jalan menuju sekolah. Jadi intinya, semua persoalan di atas sudah mereka sampaikan di Musrenbang beberapa tahun lalu, tapi sampai sekarang belum ada realisasinya. Bahkan masyarakat mengaku kecewa, karena tidak mendapat perhatian dari Pemerintah Kota (Pemko).

Dewan meminta kepada Pemko untuk memperioritaskan pembukaan akses jalan tersebut agar masyarakat maupun guru yang mau mengajar tidak harus melalui jalur sungai, lagi pula dapat menghemat biaya, tegasnya. edw