PALANGKA RAYA/tabengan.co.id – Kasus dugaan penistaan agama yang berunsur SARA dan provokatif yang dilakukan Damang Pahandut Marcos Tuwan menjadi sorotan, khususnya Forum Pemuda Dayak Kalimantan Tengah (Fordayak-KT). Pasalnya, 10 hari sejak dilaporkan ke Polda Kalteng, hingga kini tidak ada tindakan yang diambil oleh pihak Polda Kalteng atas kasus tersebut.
Ketua Umum Fordayak-KT Bambang Irawan beserta jajaran pengurus Fordayak-KT melakukan koordinasi dengan Pembina Fordayak-KT Sabran Ahmad terkait sikap apa yang akan diambil ke depannya.
Saat membacakan pernyataan di kediaman Sabran Ahmad, Rabu (8/8), Bambang menyebut ada beberapa hal utama yang ingin ditegaskan dalam kasus Marcos Tuwan ini. Sejak dilaporkan pada 30 Juli 2018, sampai kemarin Polda Kalteng tidak mengambil tindakan apapun.
Dikatakan Bambang, koordinasi terus dilakukan dengan Polda Kalteng, dan jawabannya selalu saja masih berproses. Berproses inilah yang menjadi pertanyaan, mengingat yang bersangkutan (Marcos Tuwan) tidak pernah diambil tidakan apapun, minimal pemanggilan untuk diminta keterangan. Atas hal itu, Fordayak-KT memberikan waktu selama 3 hari kepada Polda Kalteng untuk dapat menindaklanjuti laporan dari Fordayak-KT.
“Apabila dalam waktu 3 hari tidak ada tindak lanjut dari Polda Kalteng, jangan salahkan masyarakat apabila beramai-ramai ke Polda Kalteng untuk menuntut tindak lanjut dari pihak Polda. Bagaimanapun, Fordayak-KT mempertanyakan perkembangan proses dan tahapan hukum yang dilakukan oleh Dirreskrimsus Polda Kalteng. Sejak dilaporkan, terlapor tidak sekalipun dilakukan pemanggilan secara resmi untuk diminta keterangan,” kata Bambang.
Waktu 3 hari, lanjut Bambang, juga berlaku bagi Dewan Adat Dayak Kota Palangka Raya untuk dapat mengambil sikap dan tindakan atas apa yang dilakukan Damang Pahandut itu. Damang merupakan jabatan yang berada di bawah DAD Palangka Raya.
Bambang menegaskan, Fordayak-KT memberikan waktu 3 hari kepada DAD Palangka Raya untuk dapat menonaktifkan Marcos Tuwan dari jabatannya sebagai Damang Pahandut. Langkah menonaktif bertujuan menjaga marwah lembaga itu jangan sampai rusak karena ulah yang bersifat SARA dan provokatif.
Dia meminta DAD Palangka Raya lebih proaktif dalam menyikapi kasus yang terjadi itu. Tidak perlu sampai Fordayak-KT bertemu baru dinonaktifkan, minimal melalui berbagai pemberitaan, dan informasi yang sudah menjadi konsumsi publik, DAD Palangka Raya dapat mengambil sikap tegas.
Sementara itu, Pembina Fordayak-KT Sabran Ahmad mengapresiasi langkah Fordayak-KT yang melaporkan Damang Pahandut ke Polda Kalteng tersebut. Untuk itu, Fordayak-KT wajib untuk mengawal tahapan laporan yang sudah dilakukan itu, sekarang ini sudah sampai sejauh mana.
“Masyarakat Kalteng sejak dulu sampai sekarang dan seterusnya hidup dalam falsafah budaya betang, yang artinya semuanya hidup rukun dan dalam dalam satu rumah. Tidak pernah memandang agama, ras, suku, warna kulit, ataupun hal-hal yang sifatnya berbeda. Justru perbedaan itulah yang membuat Kalteng sangat luar biasa sekarang ini, dan perbedaan itulah yang harus dijaga dengan sebaik mungkin,” kata Sabran.
Seruan keberatan juga diungkapkan oleh kalangan keagamaan, Dagut H Djunas, atas apa yang dilakukan Damang pahandut. Ditegaskan Dagut, sebagai pengurus di gereja, perbuatan Damang Pahandut ini jelas-jelas tidak pantas.
Dia berharap Fordayak-KT dan Majelis Adat Dayak Nasional dapat bersama mengawal kasus dan laporan yang sudah disampaikan itu.
Dagut meminta Polda Kalteng dapat merespon dengan cepat laporan itu. Sebab dikhawatirkan masyarakat akan bertanya-tanya dengan sikap Polda Kalteng yang belum mengambil sikap, mengingat laporan sudah disampaikan.
“Seluruh masyarakat Nasrani di Kalteng untuk dapat menyikapinya dengan arif, dan bijaksana, serta menyerahkan sepenuhnya kasus itu kepada pihak kepolisian,” kata Dagut. ded