Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DISDALDUKKBP3A) Kota Palangka Raya, Sahdin Hasan, menyampaikan kasus kekerasan terhadap anak diibaratkan seperti api dalam sekam. “Saya melihat ini bahwa kekerasan dalam rumah tangga, didalamnya kekerasan terhadap anak seperti api dalam sekam. Nampaknya tidak apa-apa kadang-kadang asapnya keluar, tapi ini yang perlu diwaspadai yang dijawab dengan aktivitas upaya-upaya pencegahan seperti edukasi dan informasi yang pas kepada masyarakat, ini kami terus jalani,” kata Sahdin, Kamis (27/8).
Secara kelembagaan, di Kota Palangka Raya akan ada Unit Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak. Tujuannya untuk memberikan penguatan terhadap pelaksanaan tugas perlindungan anak. Saat ini tinggal menunggu peraturan kepala daerah terkait dengan tugas.
Menurut Sahdin, anak masa depan masa depan negara dan masa depan dari nilai-nilai kemanusiaan. Karena manusia termasuk anak-anak memiliki harkat dan martabat yang paling tinggi. Pihaknya prihatin terhadap tindakan yang melakukan pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan itu. Pemerintah Kota Palangka Raya melalui DISDALDUKKBP3A berharap para pelaku atau orang yang melakukan tindakan pelecehan dan kekerasan baik secara psikologis maupun biologis, mendapatkan hukuman yang maksimal.
“Pada umumnya kasus kekeran ini terjadi faktor ekonomi, ini jadi pemicunya, kemudain nilai-nilai yang dianut oleh pelaku itukan emosional, rendahanya pemahaman terhadap aturan hukum bahwa konsekuensi terhadap tindakan itu berdampak pada hukum,” imbuh Sahdin.
Aktivis perempuan Kalimantan Tengah, Margaretha Winda Karotina, mengatakan, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) muncul, menurut pengalaman dalam melakukan pendampingan, salah satunya adalah ketika menikah muda. Belum siap untuk menikah, belum siap untuk berumah tangga serta belum siap untuk menerima jika terjadi pertengkaran di dalam rumah tangga, karena secara pola pikir masih muda. Dari faktor ekonomi juga berpengaruh kepada terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
“Kalau bicara rumah tangga itu kan bukan hanya perempuan dan laki-laki atau suami dan istrinya, tapi juga rumah tangga itu ada anaknya di dalamnya, tentunya akan berdampak juga ketika terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Tentunya anak juga akan menjadi korban kekerasan karena dilatarbelakangi dari kesulitan ekonomi, kemudian ada rumah tangga yang belum siap untuk membina rumah tangga,” kata Margaretha.
Beberapa alasan kenapa nikah muda dan disetujui orangtua, sebetulnya secara terpaksa dinikahkan akibat pergaulan bebas dan hamil di luar nikah. Kemudian faktor ekonomi, masyarakat yang ada di pedalaman sangat bergantung kepada lahan dan hutan. Ketika lahan dan hutan yang sudah berganti menjadi perkebunan sawit maupun proyek lain, otomatis masyarakat tidak bisa lagi mengakses serta mengelola dan memanfaatkan hasil hasil hutan.
Kemudian untuk untuk mengurangi beban keluarga, akhirnya orangutan yang memiliki anak perempuan yang dianggap mereka sudah layak untuk menikah, padahal dia masih usia muda, dinikahkan dengan harapan kehidupan anaknya akan lebih baik. Tapi ternyata karena dia belum siap dalam berumah tangga karena usianya masih muda, pikirannya pun masih kekanak-kanakan apa yang berdampak pada kekerasan yang terjadi karena belum bisa mengelola konflik di dalam rumah tangga. yml