Teras Ingatkan Evaluasi RTRW Kalteng Dimulai dari Kabupaten dan Kota

PALANGKA RAYA-/tabengan.co.id- Isu pertanahan dan tata ruang menjadi tema dialog Senator Kalteng, Agustin Teras Narang, dalam Kunjungan Kerja DPD RI yang digelar pada Selasa (22/9/2020). Berdiskusi dengan Lembaga Dayak Panarung dan para aktivis dari lintas organisasi, Teras menyerap pandangan terkait isu tata ruang dan pertanahan di Kalteng.

Dalam kesempatan kunjungan kerja itu, Teras mendapatkan masukan terkait pentingnya kebijakan satu peta diterapkan untuk menghindari adanya tumpang tindih lahan. Kebijakan satu peta ini lebih jauh, diharapkan juga dilakukan pemangku adat dalam pemetaan lahan-lahan adat untuk selanjutnya diupayakan legalitasnya.

Menerima beragam masukan, Teras mengingatkan akan pentingnya melakukan evaluasi terhadap Perda nomor 05 tahun 2015 tentang RTRW Provinsi Kalteng. Perda yang keluar pada masa akhir periode kedua kepemimpinannya sebagai Gubernur Kalteng tersebut dinilai mesti disempurnakan karena sudah tidak merepresentasikan situasi kekinian.

“Perda tata ruang baru mesti lekas disusun dengan dimulai dari paling bawah di tingkat kabupaten dan kota, agar mencerminkan kondisi terkini. Tidak harus buru-buru, tapi wajib dimulai dari bawah,” ujar Teras.

Teras juga menyebutkan bahwa produk kebijakan lama yang pernah dibuatnya terkait tata ruang dan pertanahan, memang memerlukan perbaikan dan penyesuaian. Hal itu juga dinilai tidak bakal mudah, namun mesti dilakukan secara bergotongroyong. Terlebih untuk kepentingan kepastian hukum dan pemenuhan aspek legalitas kepemilikan lahan bagi masyarakat.

Pria yang pernah menjabat Ketua Komisi II DPR RI itu pun menerima masukan terkait kebijakannya saat menjadi gubernur yang Perda Provinsi Kalteng nomor 16 tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng, dan Peraturan Gubernur Kalteng nomor 13 tahun 2009 tentang Tanah Adat dan Hak-Hak Adat Di Atas Tanah Di Provinsi Kalimantan Tengah.

Dalam dialog kunjungan kerja ini, Teras menerima temuan dari aktivis yang menyebut kebijakannya disebut berpotensi memicu masalah.  Hal ini terkait aturan dimaksud yang dinilai tidak mengatur lebih lanjut teknis pemetaan lahan adat oleh damang agar tidak terjadi tumpang tindih lahan. Berdasarkan temuan itu, disebut perlu pengaturan lebih lanjut tentang peran damang dalam perubahan peraturan berikutnya.

“Saya menyadari bahwa kebijakan yang ada pada saat saya menjabat terkait pertanahan dan tata ruang serta hak masyarakat adat belum dapat memuaskan semua pihak. Itulah yang menjadi tantangan kita hari ini,sehingga perlu dilakukan pembenahan,” ajaknya.

Teras pun mendorong agar dilakukan program Training for Trainers (TOT) bagi penggerak perubahan masyarakat terkait pertanahan dan tata ruang. Lewat program ini, diharapkan edukasi masyarakat terkait berbagai kebijakan pertanahan mulai dari produk reforma agraria seperti distribusi lahan termasuk TORA hingga Perhutanan Sosial bisa diketahui publik. Hal ini juga menurutnya akan berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia Kalteng dalam mengawal isu pertanahan dan tata ruang.

“Sebab bagaimanapun isu kita dari dulu, selalu berkaitan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia,” ujarnya.

Teras berharap, dengan semakin meningkatkan kesadaran publik, maka konflik-konflik agraria bisa dicegah dan diantisipasi secara arif. Sembari itu, semua pihak menurutnya juga mesti mendorong, agar ada upaya lebih mendesak pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat yang selama beberapa tahun terakhir diharapkan dapat mengakui, melindungi dan memberdayakan masyarakat adat.

Sementara Ambu Naptamis dari Lembaga Dayak Panurung, mengapresiasi kesediaan Teras Narang untuk terus berdialog dan menerima kritik untuk kemajuan Kalteng. Pihaknya mengakui bahwa persoalan tata ruang di Kalteng memang cukup kompleks, namun diharapkan draf Raperda Tata Ruang di DPRD Provinsi Kalteng akan dapat menjawab berbagai kebutuhan yang ada. ist/adn