Kademangan Adat Eksekusi Tanah Sengketa Jalan Batu Suli VII

EKSEKUSI- Petugas dari Kademangan Adat Jekan Raya melaksanakan eksekusi tanah sengketa di Jalan Batu Suli VII, Palangka Raya, Rabu (25/11/2020). TABENGAN/ANDRE

Mambang Tubil: Hargai Adat Kami
PALANGKA RAYA
– Kademangan Adat Jekan Raya melaksanakan pembacaan surat putusan dan surat perintah pelaksanaan putusan adat atas sengketa perjanjian lahan di Jalan Batu Suli VII, Kota Palangka Raya, Rabu (25/11). Anggota Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (Batamad) Provinsi Kalimantan Tengah kemudian memagari sebagian lahan bermasalah tersebut dengan seng.

“Dalam waktu 1 x 24 jam Tumpal Hutabarat harus membongkar sendiri pagar sengnya atau kami bongkar paksa dan memerintahkan menyerahkan sebagian tanahnya kepada Yunitha Andrie,” kata Rudy Irawan, Mantir Adat Kecamatan Jekan Raya.

Latar belakang perkara bermula ketika Yunitha Andrie dan Tumpal Hutabarat bersengketa tentang kepemilikan lahan kosong dan lahan yang sudah berdiri bangunan pada Jalan Batu Suli VII, Kota Palangka Raya. Yunitha menyebut Tumpal yang merupakan keluarga iparnya telah mengambil alih sepihak tanah tersebut yang tak lain milik almarhum suaminya.

“Upaya mediasi damai keluarga besar serta melalui Dewan Adat Dayak (DAD) Kota Palangka Raya menemui jalan buntu,” kata Yunitha.

Gagalnya mediasi mengakibatkan pengaduan berlanjut pada persidangan Kademangan Adat Jekan Raya. Pihak kademangan adat menyatakan Tumpal tidak hadir selama persidangan adat dan melewatkan kesempatannya untuk membela diri.

Akhirnya, muncul putusan denda adat berupa Kasukup Belom Bahadat, Karusak dan Tampuhan Ramu, Teren Katulas Huang dan Kabalangan Jaon Janji serta kewajiban mengembalikan sebagian tanah yang disebut milik Yunitha Andrie. Meski telah ada eksekusi, Yunitha tetap membuka kesempatan berdamai.

“Urusan ini harus selesai karena kasihan anak-anak kami ke depannya,” kata Yunitha.
Kepada wartawan, Tumpal Hutabarat membantah tidak kooperatif atau tidak menghargai lembaga adat. “Saya 6 kali mengikuti mediasi adat di kademangan. Tapi karena situasi, keluarga besar saya melarang untuk menghadiri sidang adat,” kata Tumpal.

Meski begitu, setiap ada persidangan adat, pihaknya selalu menyampaikan tanggapan secara tertulis atau surat-menyurat. Dia mengaku hingga eksekusi adat berlangsung belum menerima surat eksekusi dari kademangan adat.

Tumpal bersikeras sebagai pemilik lahan secara sah berdasar sertifikat dan sejumlah bukti lainnya yang akan mereka sampaikan saat mengajukan gugatan secara perdata ke pengadilan.

“Saya juga melapor ke Polda Kalteng atas dugaan penyerobotan lahan dan pencemaran nama baik,” ujar Tumpal.

Terpisah, Ketua Harian DAD Kota Palangka Raya Mambang Tubil berharap kedua belah pihak menghargai dan mengikuti putusan sengketa adat. Dia menyebut, pihak yang merasa tidak puas dengan putusan adat dapat mengajukan perlawanan hukum melalui peradilan, karena keputusan kademangan adat bersifat final dan mengikat. Seseorang yang melakukan perlawanan terhadap putusan adat dapat saja diputus 2 kali.

“Kalau tidak mau menjalankan putusan, bisa saja diusir dari Kalimantan Tengah. Kalau mau hidup di sini tolong hargai adat kami,” kata Mambang. dre