PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID-Anggota DPD RI Dapil Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang melaksanakan reses di Kantor DPRD Kota Palangka Raya, Kamis (9/10). Kegiatan ini menjadi wadah untuk menampung aspirasi masyarakat sekaligus membahas berbagai isu strategis di bidang pertanahan yang masih menjadi persoalan di daerah.
Reses tersebut merupakan tindak lanjut dari surat DPD RI terkait Inventarisasi Materi Pengawasan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Dalam kesempatan ini, Teras menekankan pentingnya dialog dan masukan dari masyarakat terkait hak atas tanah, serta perlunya kepastian hukum untuk mencegah persengketaan dan konflik.
“Banyak yang ingin saya diskusikan pada pertemuan ini. Ada masukan dari masyarakat terkait persengketaan lahan, yang erat kaitannya dengan hak atas tanah. Hal ini berdampak pada suasana yang kurang kondusif di masyarakat,” ujar Teras.
Mantan Gubernur Kalteng dua periode ini menegaskan, persoalan tanah tidak bisa dilepaskan dari pengaturan tata ruang daerah. Menurutnya, masih banyak kasus penguasaan lahan tanpa kejelasan status hak atas tanah, seperti hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, maupun hak pakai.
“Mengenai masalah tanah ini terjadi, kenapa? Karena kondisi tata ruang kita memang pada saat ini memungkinkan untuk banyak penerbitan, penguasaan atas tanah itu dengan tanpa dibarengi dengan hak atas tanahnya. Misalnya ada hak milik, ada hak guna bangunan, ada hak guna usaha, ada hak pakai, dan lain sebagainya. Nah inilah yang membuka keluarnya Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT),” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Teras mengusulkan kepada DPRD Kota Palangka Raya agar menyusun rancangan peraturan daerah (raperda) yang mengatur prosedur penerbitan SKPT secara lebih ketat dan transparan.
Menurutnya, penerbitan SKPT harus memiliki mekanisme yang jelas agar tidak terjadi praktik administratif yang merugikan masyarakat.
“Jadi tidak boleh sembarangan mengeluarkan SKPT, harus ada prosedur-prosedurnya sehingga jangan ganti lurah ganti SKPT. Sedangkan SKPT itu kan bukan hak, tapi hanya surat keterangan bahwa tanah itu didaftarkan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Teras juga menyoroti pentingnya sinkronisasi antara pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam penerbitan sertifikat tanah. Ia menjelaskan, BPN tidak bisa menerbitkan sertifikat tanpa adanya pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), yang menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD).
“Sertifikat itu pun baru bisa dikeluarkan kalau sudah ada pembayaran yang namanya BPHTB. BPHTB itu dibayar di mana? Di kota, itulah pendapatan asli daerah. Kan banyak tuh bangunan, coba kita tanya, udah bayar BPHTB belum? Udah ada sertifikatnya belum? Nah itu yang tadi saya dalami,” ungkapnya.
Tidak lupa, Teras menyampaikan apresiasi kepada pimpinan dan anggota DPRD Kota Palangka Raya yang telah memberikan banyak masukan penting.
Ia berharap koordinasi dan pengawasan bersama dapat memperkuat perlindungan terhadap hak masyarakat atas tanah serta menyelesaikan persoalan administrasi wilayah secara terbuka dan berkeadilan. nws