ALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID-Dewan Pimpinan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) memberikan harapan serius atas dibentuknya Panitia khusus Penyelesaian Konflik Agraria (Pansus) PKA, yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Pembentukan Pansus PKA ini terdiri atas 30 anggota, yang mewakili 8 fraksi.
Senator Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang (Terang) memberikan harapan besar atas dibentuknya Pansus PKA ini. Salah satu yang menjadi harapan adalah dapat bekerja secara kolaboratif dalam menyelesaikan masalah PKA di Indonesia. Kolaboratif dimaksud yakni kerja sama yang baik antara Pansus PKA dengan Pemeritah Daerah (Pemda), termasuk DPD RI.
“Kolaboratif ini bertujuan untuk dapat melakaukan pemetaan secara baik atas masalah yang ada, sehingga dapat memberikan rekomendasi, dan juga solusi atas masalah dimaksud. Bagaimanapun, solusi dan rekomendasi sangat penting, dalam upaya menyelesaikan konflik agraria yang memang sangat marak di Indonesia selama ini,” kata Bapak Pembangunan Kalteng ini, saat menyampaikan tanggapannya terkait pembentukan Pansus PKA oleh DPR RI, Jumat (21/11), melalui keterangan resmianya.
Mantan Gubernur Kalteng 2 periode ini memaparkan, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, konflik agraria di Indonesia telah mencapai 3.234 kasus, dengan luas lahan yang diperselisihkan hingga sekitar 7,4 juta hektare. Sekitar 1,8 juta lebih warga pun turut terdampak konflik pertanahan yang terkait dengan petani, nelayan, hingga masyarakat adat.
Presiden Pertama MADN ini menambahkan, pada 6 bulan pertama 2025 ini, sedikitnya terjadi 114 konflik agraria di lahan seluas 266.097 hektar, dengan 96.320 keluarga terdampak. Artinya, rata-rata ada 1 kasus agraria yang terjadi di negeri ini dalam dua hari.
”Imbas situasi ini, kelompok masyarakat adat pun turut terancam tercerabut dari tanahnya, hingga banyak petani yang kehilangan lahan. Selain itu, lambannya penyelarasan kebijakan terkait agraria menjadi pemicu masalah yang terus berlanjut. Termasuk, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 181/PUU-XXII/2024 ,yang hingga saat ini belum ditindaklanjuti, sebagai putusan yang dapat disebut sebagai sikap menghormati masyarakat adat, yang hidup turun temurun di area berstatus hutan,” ungkapnya.
Teras Narang menambahkan, masih banyak konflik agraria yang hingga kini belum dapat terselesaikan. Salah satu cara ataupun langkah yang dapat ditempuh dalam mekanisme penyelesaiannya penyelesaian tata ruang. Sejak dulu, harapan besar agar negara kita memiliki kebijakan satu peta tentang tata ruang. Hadirnya satu peta tentang tata ruang, mencegah setiap lembaga, baik itu kementerian, ataupun pemerintah daerah, dan juga masyarakat dapat menghindari terjadinya kebijakan yang tumpang tindih.
”Mengingat pentingnya kebijakan satu peta dalam penataan ruang, saya mendesak agar dari sisi pemerintah pusat dapat segera membentuk satu badan, yang langsung berada di bawah koordinasi Presiden, berupa Badan Tata Ruang Nasional (BTRN). Sebuah badan yang akan mengintegrasikan penataan dan penyelesaian masalah tata tuang nasional di berbagai daerah, demi melancarkan pembangunan sekaligus menghadirkan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi semua,” pungkas Teras Narang. ist





