PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Konflik agraria yang terus berulang di Kalimantan Tengah (Kalteng), khususnya antara masyarakat desa dan perusahaan besar swasta (PBS) sektor perkebunan kelapa sawit, kembali disorot. Praktik gratifikasi dan dugaan permainan oknum aparat diduga menjadi salah satu pemicu utama berlarut-larutnya persoalan tersebut.
Pemerhati hukum sekaligus advokat Kalteng MH Roy Sidabutar, mengungkapkan bahwa dari sejumlah kasus yang ia tangani, sengketa lahan kerap melibatkan oknum perangkat desa hingga aparat penegak hukum (APH).
“Fakta yang saya temukan di Kotim, Seruyan dan Lamandau itu sama. Kebanyakan bermain dengan pemerintah desa, sebagian juga ada keterlibatan APH,” ungkapnya, Senin (24/11).
Menurutnya, kondisi tersebut membuat masyarakat desa kehilangan ruang untuk memperjuangkan hak mereka, termasuk hak atas plasma 20 persen yang seharusnya diberikan perusahaan. Dalam proses mediasi pun, warga kerap enggan menyampaikan pendapat secara terbuka karena dihantui rasa takut.
Roy menilai pemerintah daerah perlu mengambil langkah tegas terhadap perusahaan yang belum memenuhi kewajibannya.
“Baru-baru ini Gubernur Kalteng menjembatani isu plasma. Saya pribadi mendukung langkah itu,” ujarnya.
Selain persoalan plasma, Roy juga menyoroti banyaknya kebun sawit yang beroperasi di dalam kawasan hutan di Kalteng. Ia menegaskan bahwa Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) perlu memperkuat pengawasan karena sebagian besar kebun tersebut diduga bermasalah.
Ia menambahkan, pemerintah daerah sebenarnya sudah mengetahui persoalan plasma yang kerap menjadi sumber keresahan warga. Karena itu, ia menekankan bahwa pemerintah harus hadir untuk melindungi masyarakat yang kerap menjadi korban kriminalisasi akibat konflik agraria.
Salah satu kasus terbaru yang ia tangani adalah sengketa tanah di Kecamatan Menthobi Raya, Kabupaten Lamandau. Dalam perkara tersebut, Roy menduga ada oknum aparat desa yang menjual tanah potensi desa kepada perusahaan.
“Waktu sidang saya tanya, apakah pernah melihat izin perusahaan, Dia jawab belum ada, baru rencana izin,” ujar Roy.
Temuan tersebut, menurutnya, menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap praktik perusahaan yang diduga ilegal. Roy menyatakan akan melaporkan dugaan gratifikasi terkait kasus tersebut kepada Kejati Kalteng.
“Jangan sampai masyarakat desa dibodohi. Itu yang saya khawatirkan,” tegasnya. mak





