Ekobis  

SENGKARUT TATA KELOLA SAWIT-Petani Kalteng Berterima Kasih dengan Resolusi Pemerintah

SENGKARUT TATA KELOLA SAWIT-Petani Kalteng Berterima Kasih dengan Resolusi Pemerintah
ISTIMEWA ORASI- Ketua DPW APKASINDO Kalteng Ir JMT Pandiangan SE MM saat melakukan orasi dalam Aksi Keprihatinan Petani Sawit, beberapa waktu lalu.

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Pemerintah berencana akan menyelesaikan sengkarut 3,3 juta hektare perkebunan sawit yang diklaim oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berada di kawasan hutan. Proses dalam penyelesaian saling klaim lembaga dan kementerian ini sering disebut dengan istilah “pemutihan,” meskipun istilah ini kuranglah tepat karena berbagai argumen, terkhusus siapa yang duluan.

Jadi pemutihan merupakan upaya perbaikan tata kelola industri kelapa sawit yang dianggap semrawut. Dengan demikian, luas perkebunan sawit milik perusahaan, koperasi, serta rakyat menjadi jelas, taat hukum dan pajak negara pun lebih transparan.

Indonesia tidak boleh buang badan dengan permasalahan ini, sebab ini adalah kesalahan bersama. Semua salah, baik KLHK, ATR/BPN, Gubernur, Bupati, Camat, Kepala Desa, Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT), korporasi, koperasi dan petani sawit. Semua pihak ini memiliki andil terhadap kondisi sengkarutnya perkebunan sawit dan kawasan hutan.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, yang juga Ketua Pengarah Satuan Tugas (Satgas) Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara  mengatakan, terdapat 16,8 juta hektare luas lahan sawit di Indonesia. Dari jumlah itu, seluas 10,4 juta hektare (62 persen) digunakan oleh perusahaan, sedangkan sisanya, 6,4 juta hektare (38 persen) adalah perkebunan rakyat. Dari sumber data diketahui bahwa seluas 3,3 juta hektare (18 persen) dari total lahan sawit Indonesia berada di kawasan hutan, ujar LBP.

”Perkebunan sawit yang ada di kawasan akan diputihkan. Mau diapakan lagi? Tak mungkin dicabut karena itu terpaksa diputihkan,” ujarnya dalam jumpa pers mengenai peningkatan tata kelola industri kelapa sawit di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Jumat (23/6).

Pasca Konferensi Pers tersebut, sontak saja menimbulkan beragam tanggapan dari NGO (Non-Governmental Organization) yang berlatar belakang lingkungan. Protes dan ketidakberterimaan dari NGO-NGO pun seperti silih berganti disampaikan di berbagai media. Argumennya pun berbeda-beda, ada yang menghitung kerugian lingkungan, ada juga yang berbicara pidananya dan ada juga yang beralaskan dampak sosial.

Petani sawit yang sangat berterima kasih juga unjuk pendapat, terkhusus petani sawit yang merasa teraniaya dengan klaim sepihak dari KLHK. Pembahasan tentang dukungan ini ramai dan viral di media sosial petani sawit.

Intinya menyambut baik usulan dan strategi tuntas dari pemerintah melalui Satgas Sawit yang berencana menyelesaikan saling klaim kawasan lintas kementerian dan lembaga pemerintah.

Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Provinsi Kalimantan Tengah Ir JMT Pandingan MM mengatakan, pemerintah sudah benar melakukan fungsinya. Pemerintah sudah benar karena juga sawit adalah komoditi strategis Indonesia dan harus diselematkan di tengah tekanan-tekanan negara pesaing produsen minyak nabati.

“Kebijakan pemerintah sudah benar dan resolusif. Ini semua untuk memastikan sawit Indonesia benar-benar clear dari kawasan hutan,” lanjutnya.
Masak Indonesia sudah merdeka 78 tahun lalu masih juga mau diatur-atur oleh negara lain dengan memakai tangan-tangan NGO-NGO. Mengapa mereka tidak berteriak ke Uni Eropa sana yang sudah meluluh-lantakkan  hutannya untuk kepentingan ekonomi (periode 2001-2021) seluas 21 juta hektare dari total perkebunan sawit Indonesia? Jawabannya sudah bukan rahasia lagi.

“Tentu kami juga berhak membela diri karena ini adalah urusan hidup dari ekonomi rumah tangga kami petani sawit. Kami juga adalah korban atas semua kejadian di masa lalu, tapi tidak ingin menyalahkan siapa pun karena kami melihat jauh ke depan,” ujar Pandiangan.

“Saya memaklumi jika masalah saling klaim kawasan hutan dengan perkebunan sawit terselesaikan oleh pemerintah melalui pemutihan, maka akan hilanglah ‘mainan’ mereka, sederhana saja analisa saya,” tambahnya.

Kami berharap pemerintah tidak usah mendengar mereka dan jangan mundur sejengkal pun tentang resolusi yang sudah disampaikan oleh Pak Luhut Panjaitan.

“Namun demikian, kami juga menaruh harapan supaya khusus kepada petani jangan dibebankan persyaratan-persyaratan yang tidak masuk akal dan justru memberatkan kami,” ujarnya.

“Kami akan mencatat kebaikan Pak Jokowi dan para Menterinya, dan kami berjanji ini menjadi kilometer nol ke depannya, sama-sama menjaga 128 juta hektare hutan yang masih utuh dan batas-batas yang jelas tentunya” urai Pandiangan.

Lihat saja banyak sekali program strategis pemerintah nyaris gagal total karena klaim-klaim kawasan hutan ini. Seperti misalnya PSR (peremajaan sawit rakyat), padahal program PSR ini adalah rohnya intensifikasi.
“Jadi dengan intensifikasi tidak perlu lagi menambah lahan, karena dengan PSR (intensifikasi) produktivitas lahan kami petani sawit akan melonjak 2-3 kali lipat,” tegasnya.

Pandiangan juga mengundang NGO-NGO ini untuk membantu petani sawit meningkatkan produktivitas dengan tanpa menambah luas lahan, tapi kami tidak ada dana untuk membiayai pendampingan tersebut.

“Kalimantan Tengah sangat berterima kasih dengan resolusi yang diberikan oleh Pak LBP, karena 30 persen permasalahan klaim kawasan hutan itu ada di Kalteng,” tutup Pandiangan. dsn/ist