PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kalimantan Tengah Hari Utomo mengatakan, tingkat inflasi pada November 2023 mencapai 0,23 persen (mtm) atau lebih rendah dari tren pada tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini disebabkan oleh pergeseran momen kenaikan harga sejumlah komoditas yang terjadi lebih cepat, yaitu pada Oktober 2023. Secara tahunan, tingkat inflasi Kalteng sebesar 2,58 persen (yoy) masih lebih rendah dari tingkat nasional sebesar 2,86 persen (yoy), dengan kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi kelompok dengan peningkatan indeks harga tertinggi, yaitu 6,65 persen (yoy).
Tahun 2023, inflasi akan dapat lebih ditekan apabila terdapat kelancaran supply dan pengendalian harga komoditas strategis, khususnya komoditas pangan pokok (beras, daging ayam, telur ayam) dan tarif angkutan udara.
“Proyeksi inflasi Tahun Anggaran (TA) 2023 diperkirakan berada pada kisaran angka 2,8-3,3 persen dengan asumsi tidak terjadi hambatan distribusi komoditas dan potensi bencana banjir di Desember 2023 yang berpotensi memutus jalur distribusi logistik Banjar-Palangka Raya-Sampit,” ungkapnya melalui rilis, Kamis (28/12).
Hari Utomo menjelaskan, kinerja APBN bulan November 2023 terus mengalami akselerasi sebagai respons atas belum optimalnya pelaksanaan kegiatan dan realisasi belanja sampai dengan kwartal III 2023.
Secara kumulatif, kinerja Pendapatan APBN Kalteng per 30 November 2023 tumbuh sebesar Rp1.234,1 M (15,1 persen, yoy), yang utamanya masih bersumber kondisi perekonomian yang terus semakin membaik jika dibandingkan dengan kondisi tahun sebelumnya.
“Kenaikan terbesar disumbang oleh PPh (Non Migas) yang naik sebesar Rp617,0 M (17,6 persen, yoy) dan PPN sebesar Rp425,0 M (17,6 persen, yoy),” jelasnya.
Pada dasarnya, penerimaan pajak diwarnai dengan kewaspadaan sejalan dengan tren menurunnya harga komoditas dan normalisasi basis penerimaan.
“Aktivitas ekonomi yang mulai membaik dan implementasi UU HPP diprediksi akan mendukung kinerja penerimaan pajak,” terangnya.
Peningkatan penerimaan PPh Non Migas didominasi oleh PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 Badan akibat pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik. Peningkatan penerimaan PPN masih didorong oleh tingginya aktivitas ekonomi jika dibandingkan dengan November 2022, serta dampak dari tingginya harga komoditas barang yang disertai dengan penerapan tarif PPN 11 persen.
“Penerimaan PBB mengalami peningkatan sebesar Rp688,0 M (75,6 persen, yoy) karena beberapa SPPT PBB tahun 2023 sebagian besar telah dilakukan pembayaran oleh Wajib Pajak,” ungkapnya.
Hari menambahkan, Penerimaan dari Pajak Lainnya mengalami peningkatan sebesar Rp21,9 M (61,2 persen, yoy). Pajak perdagangan internasional mengalami kontraksi Rp608,8 M (-71,4 persen, yoy) yang 98,5 persen berasal dari kontraksi realisasi penerimaan Bea Keluar Rp608,2 M (-71,7%, yoy) yang disebabkan oleh penurunan volume ekspor dan harga komoditas CPO dan turunannya jika dibandingkan tahun sebelumnya.
“Penerimaan Bea Masuk mengalami kontraksi sebesar Rp0,6 M (-14,2 persen, yoy) namun hanya berkontribusi 1,5% terhadap total capaian Pajak Perdagangan Internasional,” tambahnya.
Pada sisi lain, kinerja Belanja APBN sampai dengan 30 November 2023 mencapai Rp24.319,2 M (87,6 persen) atau tumbuh 14,3 persen (yoy), yang terdiri dari Belanja Kementerian Negara/ Lembaga (K/L) Rp5.449,1 M (81,7 persen) dan belanja Transfer Ke Daerah (TKD) Rp18.870,1 M (89,4 persen).
Pada belanja K/L, seluruh jenis belanja telah tumbuh positif jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kinerja Belanja Barang yang selama ini cenderung stagnan mulai menunjukkan kenaikan yang signifikan. Di samping itu, kinerja Belanja Modal juga mulai menunjukkan peningkatan selaras dengan semakin banyaknya termin tahapan pekerjaan yang telah terselesaikan.
“Kondisi tersebut mencerminkan bahwa masih terdapat budaya penumpukan pelaksanaan kegiatan dan pencairan anggaran yang dilakukan oleh satuan kerja K/L di akhir tahun anggaran,” tegasnya.
Sedangkan kinerja belanja TKD cenderung didorong oleh peningkatan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH). Seperti DBH Minerba dan DBH Sawit. Kinerja positif penyaluran per komponen TKD terlihat dari realisasi penyaluran DBH Rp5.587,5 M (90,9 persen, yoy) dan Dana Alokasi Umum Rp9.133,7 (1,3 persen, yoy).
“Sedangkan DAK Fisik cenderung terkontraksi karena belum disampaikannya syarat salur jenis TKD tersebut oleh Pemda,” pungkasnya. fwa





