PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID-Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Palangka Raya sedang menyelidiki oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) atas laporan dugaan Tindak Pidana Pemilu (Tipilu) di lingkungan Pemerintah Kota Palangka Raya.
Ketua Bawaslu Kota Palangka Raya Endrawati mengatakan, pihaknya saat ini sedang menangani dugaan pelanggaran netralitas ASN yang sudah sampai tahap investigasi penelusuran informasi awal, sehingga akan dilakukan tindak lanjut dari informasi tersebut.
“Karena memang tidak ada masyarakat yang resmi melaporkan, sehingga mengharuskan Bawaslu turun tangan untuk menelusuri kebenaran informasi yang ada di masyarakat,” kata Endrawati saat diwawancara awak media di Taman Pasuk Kameloh, Jumat (2/2).
Ia mengungkapkan, dugaan pelanggarannya ada beberapa orang, tetapi karena tidak ada masyarakat yang berani melaporkan, maka pihaknya harus melakukan penelusuran informasi.
“Kalau ada masyarakat yang berani kita akan lebih mudah. Masyarakat jangan takut, identitas mereka kami sembunyikan, kita rahasiakan, jadi masyarakat tidak perlu takut melapor secara resmi,” tegasnya.
Menurutnya, saat ini hanyalah informasi-informasi yang disampaikan kepada Bawaslu. Karena informasi ini juga tidak bisa diterima langsung tanpa ada penelusuran, tanpa ada pemenuhan unsur formil materilnya, jadi tindak pelanggaran Pemilu berbeda dengan tindak pidana pada umumnya.
Endrawati mengungkapkan, pihaknya juga telah menerima laporan perusakan alat peraga kampanye oleh salah satu peserta Pemilu dan sudah diproses dan ditindaklanjuti.
“Dan setelah kita kaji syarat formil materilnya tidak memenuhi syarat sehingga laporan tersebut tidak bisa kita registrasi,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan, Bawaslu tentu sesuai dengan tupoksinya memastikan proses penyelenggaraan Pemilu 2024 berjalan sesuai aturan. “Memastikan setiap tahapan dan pelaksanaan sesuai aturan. Ada tiga tahapan yang dilakukan mengawasi, mencegah dan menindak. Mengawasi pelaksanaan, mencegah potensi pelanggaran, dan penindakan pelanggaran yang dilakukan ketika proses pencegahan itu gagal,” sebutnya.
Ditegaskannya, sebagai pengawas juga terlibat secara langsung dan aktif melakukan pengawasan melekat yang dilakukan oleh pengawas TPS Bawaslu yang ada di setiap TPS.
“Jumlah pengawas TPS kita ada di setiap TPS, sebanyak 827 TPS di situ pula ada pengawasnya. Tugas pengawas TPS mengawasi pemungutan suara berjalan sesuai aturan. Apabila ada dugaan pelanggaran pengawas TPS punya kewenangan untuk melakukan pencegahan dan menyampaikan keberatan jika ada hal yang dirasa berpotensi melanggar yang dilakukan oleh 7 orang anggota KPPS,” ujarnya.
Kendati demikian, proses yang sangat rawan di TPS ini pada saat pemilih masuk mendaftarkan dirinya, menyampaikan daftar undangannya itu juga harus dipastikan bahwa dia benar-benar sebagai pemilih yang terdaftar dalam DPT di daerah tersebut.
“Cara memastikannya pemilih harus membawa Kartu Tanda Penduduk Elektronik, harus dipastikan sesuai namanya di DPT. Undangannya juga juga harus sesuai nama jangan sampai jatuh kepada orang yang tidak bertanggung jawab,” tuturnya.
Misalnya ada dalih nanti Ketua RT yang kebetulan menjadi anggota KPPS atau ketua KPPS mengakui peserta sebagai warganya hingga tidak memerlukan membawa KTP. Bukan seperti itu yang seharusnya. Aturan yang harus dilaksanakan tetap menunjukkan KTP. Karena pengawas TPS kita atau KPPS yang lain belum tentu adalah warga setempat yang ada di TPS tersebut.
Endrawati mengatakan, dari situlah lumbung-lumbung kebocorannya nanti pada saat di TPS kalau tidak diperketat. Kemudian satu TPS untuk Pemilu maksimal 300 orang pemilih. Ada 5 surat suara, 1 orang mendapatkan 5 surat suara. ldw





