OPINI  

Serangan Jantung pada Generasi Produktif: Fakta yang Terabaikan

Serangan Jantung pada Generasi Produktif: Fakta yang Terabaikan

Oleh: Rosavelina Sintaasih Budihardjo, MD

Pegawai BLUD RSUD Pulang Pisau

“You Only Live Once”

Kalimat ini kerap digaungkan sebagai pembenaran untuk menjalani hidup tanpa batas, seakan usia muda adalah tameng terhadap segala risiko kesehatan. Namun, realita berkata lain. Di era modern ini, penyakit jantung tak lagi menunggu masa tua. Ia bisa datang tiba-tiba, bahkan saat usia masih berada di puncak produktivitas. Dulu, serangan jantung dianggap momok bagi mereka yang telah lanjut usia. Kini, pasien usia 20 – 40 tahun yang datang ke instalasi gawat darurat dengan keluhan serangan jantung bukan lagi hal langka. Bahkan beberapa tokoh muda yang dikenal aktif dan sehat pun tiba-tiba tumbang di tengah aktivitas. Ini bukan sekadar anomali—ini adalah alarm keras bagi generasi muda.

Apa Itu Serangan Jantung?

Serangan jantung, atau secara medis dikenal sebagai infark miokard, terjadi ketika aliran darah ke otot jantung terhenti akibat sumbatan pada pembuluh darah koroner. Akibatnya, jaringan jantung tidak mendapatkan oksigen dan bisa mengalami kerusakan permanen, bahkan menyebabkan kematian mendadak. World Health Organization (WHO) mencatat bahwa serangan jantung masih menjadi penyebab kematian nomor satu secara global. Di Pulang Pisau sendiri, data RSUD menunjukkan lonjakan kasus signifikan: dari 82 kasus pada 2021 menjadi 151 kasus pada 2024. Ini adalah ancaman nyata yang menggerus kekuatan bangsa secara diam-diam.

Apa Penyebabnya? Ada berbagai faktor risiko yang dapat menjadi penyebab serangan jantung, baik yang dapat dimodifikasi maupun tidak. Mari kita fokus pada faktor risiko yang dapat dimodifikasi, dimana beberapa faktor tersebut, antara lain:

  • Hipertensi
  • Diabetes Mellitus
  • Merokok
  • Dislipidemia (Kolesterol yang Tinggi)
  • Obesitas (Berat Badan berlebih) dan kurangnya aktivitas fisik

Sayangnya, banyak anak muda merasa sehat-sehat saja dan mengabaikan pemeriksaan rutin. Padahal, serangan jantung diam-diam (silent heart attack) dapat terjadi tanpa gejala khas seperti nyeri dada. Gejalanya bisa samar seperti lelah berlebihan, sesak ringan, atau nyeri ulu hati—dan kerap diabaikan hingga terjadi kerusakan jantung permanen.

Saatnya Bergerak: Edukasi dan Deteksi Dini Sudah saatnya kita menggeser fokus kampanye kesehatan jantung dari hanya menyasar lansia menjadi mencakup kaum muda yang produktif. Edukasi tentang pentingnya pola makan seimbang, manajemen stres, olahraga rutin, dan pemeriksaan kesehatan berkala harus dikedepankan. Berikut hal yang dapat dilakukan:

  • Pemeriksaan tekanan darah, gula darah, dan kolesterol secara rutin, terutama bila ada faktor risiko (setiap 6–12 bulan)
  • Hindari merokok dan paparan asap rokok
  • Rutin olahraga: minimal 150 menit/minggu atau 30 menit setiap hari
  • Pola makan sehat: tinggi serat, rendah lemak jenuh, batasi gula dan garam
  • Kelola stres dan istirahat cukup

Kolaborasi Adalah Kunci

Masalah ini tidak bisa diselesaikan hanya oleh tenaga medis. Diperlukan kolaborasi pemerintah, penggerak masyarakat, media, dan masyarakat untuk membentuk generasi muda yang sadar akan pentingnya kesehatan jantung. Edukasi harus dimulai sejak dini, bahkan sebelum gejala muncul.

Jangan Tunggu Tua untuk Peduli Jantung

Penyakit jantung bukan lagi urusan orang tua. Ia adalah masalah nyata yang sedang mengintai generasi muda Indonesia. Jika kita terus menunda perubahan gaya hidup hari ini, kita memberi ruang bagi penyakit untuk tumbuh dalam diam.

Mari mulai hari ini. Bukan karena kita sakit, tetapi karena kita ingin tetap sehat.

Karena Menjaga Kesehatan Bukan Pilihan-Tetapi Sebuah Keharusan.

Serangan Jantung pada Generasi Produktif: Fakta yang Terabaikan