SAMPIT/TABENGAN.CO.ID-Ketua DPRD Kotawaringin Timur (Kotim), Rimbun menyoroti rendahnya pendapatan daerah dari sektor perkebunan kelapa sawit. Meski Kotim menjadi daerah nomor dua terluas di Indonesia untuk luasan kebun sawit, namun dana bagi hasil (DBH) yang diterima dari pemerintah pusat hanya Rp16 miliar.
“Ini sangat janggal. Kotim itu nomor dua se-Indonesia untuk luasan sawit, tapi bagi hasilnya hanya Rp16 miliar. Sementara daerah lain seperti Muara Teweh sudah menikmati PAD hingga Rp3,5 triliun. Tahun 2025 ini Pemkab Kotim harus mempertanyakan serius hal ini,” tegas Rimbun, Rabu (6/8).
Dirinya menilai lemahnya keberanian dan ketegasan daerah menjadi penyebab potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama ini tidak tergali maksimal. Bahkan, beberapa potensi seperti retribusi alat berat, angkutan besar, hingga aktivitas pertambangan batubara dan bauksit yang melintasi wilayah Kotim sama sekali tidak memberi kontribusi signifikan bagi daerah.
“Jangan sampai PAD kita itu-itu saja. Kita sudah buat Perda, tapi implementasinya hanya di atas kertas. Harusnya Pemkab tegas menagih haknya. Kalau pusat cuma ambil hasilnya, daerah yang kena getahnya,” terangnya.
Rimbun juga menyinggung persoalan plasma sawit yang hingga kini masih tidak jelas. Dirinya menilai ketegasan daerah dalam menegakkan aturan sangat lemah, sehingga masyarakat di Kotim tidak mendapatkan haknya.
“Plasma itu menurut Menteri ATR/BPN harusnya berada di dalam HGU, tapi di Kotim justru banyak di luar HGU. Akibatnya, saat ada masalah, pusat menyalahkan kelalaian pejabat daerah. Kalau kita tegas dari awal, ini tidak akan terjadi,” tambahnya.
Tak hanya sawit, aktivitas tambang batubara dan bauksit yang lalu lalang menggunakan jalan di Kotim pun menjadi perhatiannya. Rimbun menyebutkan lalu lintas angkutan tambang di jalan umum telah menimbulkan kerugian besar, namun daerah tidak mendapatkan kompensasi apa pun.
“Coba lihat di Luwuk Bunter, Kecamatan Cempaga. Setiap hari berjejer truk angkutan batubara, tapi daerah hanya dapat PBB 12 hektar saja. Padahal jalan yang mereka lalui itu ada di wilayah Kotim. Kita hanya dibenturkan dengan aturan pusat, padahal kita punya regulasi sendiri,” jelasnya.C-MAY