PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Sudah dua pekan berlalu sejak pasangan calon Jimmy Carter-Inriaty Karawaheni mendaftarkan akta permohonan sengketa hasil Pilkada Barito Utara (Barut) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun hingga kini, MK belum juga meregistrasi perkara dan menetapkan jadwal sidang.
Kondisi ini sempat menimbulkan spekulasi di tengah masyarakat, namun secara hukum keterlambatan tersebut bukan berarti kelalaian, apalagi sinyal bahwa permohonan akan ditolak. Berdasarkan Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2024, jadwal sidang baru dapat ditetapkan setelah seluruh proses administrasi selesai, mulai dari verifikasi berkas, pemeriksaan kelengkapan dokumen, hingga penyesuaian agenda pleno hakim.
“Setelah perkara didaftarkan lewat sistem elektronik e-AP3, tidak otomatis langsung disidangkan. Ada tahapan awal seperti pemeriksaan legal standing, kelengkapan bukti awal, serta konfirmasi identitas pemohon dan kuasa hukumnya. Secara hukum keterlambatan tersebut bukan berarti kelalaian, apalagi sinyal bahwa permohonan ditolak,” jelas Ari Yunus Hendrawan, Alumni Pusdiklat MK tentang Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, Senin (25/8).
Menurutnya, MK hanya akan memproses sengketa yang memenuhi syarat formil dan materiil. Syarat formil meliputi ketepatan waktu pengajuan (maksimal 3×24 jam pascapenetapan hasil KPU), kejelasan identitas pemohon, dan kelengkapan berkas. Sementara syarat materiil harus memuat dalil pelanggaran yang dapat memengaruhi perolehan suara, disertai bukti awal yang relevan dengan prinsip Pemilu Luber Jurdil.
“Kalau syarat formil tidak terpenuhi, MK langsung menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Sebaliknya, jika syarat terpenuhi dan dalil dianggap kuat, barulah masuk ke tahap pembuktian,” tambahnya.
Di tahap pembuktian, majelis hakim akan memeriksa dokumen, mendengar saksi, hingga menghadirkan ahli. Namun bila gugatan terbukti lemah dan tidak signifikan, MK biasanya cepat memutuskan menolak. Putusan atas sengketa Pilkada umumnya diambil dalam waktu 14–30 hari sejak perkara diregistrasi.
Belum adanya jadwal sidang berimbas pada stabilitas politik lokal di Kalimantan Tengah. Roda pemerintahan daerah tersendat karena belum ada kejelasan kepemimpinan, sementara hubungan antarpendukung pasangan calon rawan memanas. Kendati demikian, sejauh ini masyarakat tetap tenang menanti putusan MK, meski potensi gesekan di akar rumput tetap ada.
“Jika pasangan Jimmy-Inriaty bisa membuktikan adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), peluang gugatan dikabulkan cukup terbuka. Tapi jika bukti lemah, MK hampir pasti menolak dan mempertahankan hasil KPU,” kata Ari.
Ia pun mengingatkan bahwa MK merupakan mekanisme hukum tertinggi untuk menjamin Pemilu sesuai asas keadilan. Karena itu, seluruh pihak diminta menghormati proses hukum dan menjaga suasana tetap kondusif dengan menjunjung kearifan lokal Kalteng, seperti falsafah Huma Betang dan prinsip Belom Bahadat yang menekankan kerukunan, kejujuran, dan ketaatan pada hukum.
Memalukan Kalteng
Pengamat politik Kalteng sekaligus Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Palangka Raya (UPR) Ricky Zulfauzan menyebut, Pilkada Barut sebagai fenomena politik yang memalukan bagi Kalteng.
“Tidak pernah terjadi sepanjang sejarah Pilkada di Kalteng, di mana PSU, di-PSU-kan lagi. Hasil PSU digugat kembali ke MK. Belum lagi rekor money politics yang tertinggi di Indonesia dengan nominal puluhan juta,” ujar Ricky kepada Tabengan, Senin.
Ia menilai, kondisi saat ini menunjukkan bahwa Pilkada Barut belum akan selesai dalam waktu dekat. Gugatan berulang yang dilayangkan ke MK menjadi bukti adanya ketidakberesan dalam penyelenggaraan Pilkada.
Menurut Ricky, poin-poin gugatan yang terus-menerus muncul adalah soal politik uang yang tidak pernah selesai. Ia menegaskan, semua pihak harus bertanggung jawab atas carut-marutnya Pilkada ini, terutama penyelenggara.
“Semua harus bertanggung jawab atas kebobrokan Pilkada ini. Terutama sekali kesalahan ini ditumpukan pada penyelenggara Pilkada. Harus ada yang dimintai pertanggungjawabannya,” tegasnya.
Terkait keluhan masyarakat Barut yang belum juga memiliki Bupati dan Wakil Bupati baru, Ricky berpendapat bahwa masyarakat juga perlu introspeksi diri. Menurutnya, politik uang dapat terus berulang karena adanya kombinasi hukum permintaan dan penawaran.
“Sederhananya, money politics ini dapat terjadi karena adanya kombinasi dari hukum permintaan dan penawaran. Ada permintaan, tentu ada penawaran,” jelas Ricky.
Ini mengisyaratkan, praktik politik uang bisa terus terjadi karena ada pihak yang bersedia menerima imbalan dari calon yang bertarung dalam Pilkada. fwa/rmp