PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Barito Utara dijadwalkan, Rabu (17/9), di gedung MK. Sidang penentuan ini menjadi sorotan publik Kalimantan Tengah.
Menurut pengamat politik Kalteng dan Dosen FISIP Universitas Palangka Raya, Dr Ricky Zulfauzan, gugatan tersebut akan menguji kemampuan hakim MK dalam melihat pola politik uang yang baru. Ia menilai ada praktik yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam Pilkada di Indonesia.
Dr Ricky menjelaskan, pola baru yang dimaksud adalah strategi merekrut relawan dalam jumlah yang sangat besar, setara dengan jumlah suara salah satu pasangan calon.
“Konsep membentuk relawan sampai puluhan ribu itu belum pernah terjadi di Indonesia dan itu praktik baru,” jelas alumnus Doktoral Universitas Airlangga tersebut kepada Tabengan, Selasa (16/9).
Menurutnya, keputusan MK nanti akan menjadi penentu apakah praktik tersebut dapat dikategorikan sebagai buying vote atau politik uang. Ia meyakini para hakim MK memiliki intelektual dan analisis yang baik untuk menghasilkan keputusan yang adil.
“Kita akan tunggu keputusan MK. Karena kita tahu para hakim MK memiliki intelektual yang baik dan analisis yang baik sehingga keputusan yang dihasilkan. Maka dari itu besok (Rabu) kita saksikan bersama, jika itu diterima atau tidaknya berbasis pada pertimbangan putusan MK nantinya,” tandasnya.
Sementara itu, Praktisi Hukum di Kalteng Ari Yunus Hendrawan mengungkapkan, masyarakat perlu menyikapi sengketa ini dengan mengutamakan persatuan, kesatuan, dan nilai-nilai kemanusiaan, serta tidak melepaskan akar budaya lokal seperti Semangat Belom Bahadat yang mengajarkan hidup bertata krama dan taat norma hukum.
Ari menganalisis, berdasarkan jalannya persidangan, MK dihadapkan pada tiga kemungkinan putusan. Pertama, penolakan permohonan. Opsi ini terjadi jika majelis hakim menilai alat bukti pemohon lemah atau tidak memenuhi syarat keabsahan menurut UU MK, seperti tangkapan layar media sosial. Putusan ini akan meneguhkan hasil yang ditetapkan KPU.
Kedua, pengabulan sebagian untuk PSU terbatas. MK dapat memerintahkan PSU hanya di TPS-TPS tertentu jika ditemukan bukti kesalahan administratif atau pelanggaran yang terbatas dan nyata. MK pernah mengambil jalur ini pada Februari 2025 lalu untuk Pilkada Barito Utara.
Ketiga, diskualifikasi pasangan calon. Opsi ekstrem ini mungkin diambil jika politik uang terbukti berlangsung secara masif, sistematis, dan terstruktur.
Ari juga menyoroti kontradiksi kesaksian dalam sidang. Saksi dari pemohon, seperti Judi Itman, menyatakan adanya pembagian uang tunai kepada pemilih. Namun, di sisi lain, muncul kesaksian dari saksi seperti Rizal Fahlevi yang mengaku dipaksa memberikan kesaksian palsu demi uang.
“Terlepas dari kemungkinan yang telah diprediksi sebelumnya, keputusan MK pasti diambil dengan sangat hati-hati, karena dampaknya menggoncangkan demokrasi lokal,” tegas Ari.
Ia menutup dengan mengingatkan semangat Huma Betang, yang berarti mengutamakan kemanusiaan dan keharmonisan bersama di atas ego sesaat.
“Jangan sampai perbedaan pilihan politik membuat kita terpecah belah.” tutupnya. rmp/c-old





