PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID-Sengketa lahan wakaf yang melibatkan Yayasan Pendidikan Islam Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya kembali mencuat ke permukaan. Dua penggugat, Harry dan Yanthi Handayani, resmi mengajukan gugatan terhadap yayasan di Pengadilan Agama Palangka Raya.
Ketua Pemegang Aset Yayasan Darul Ulum, Sofirman atau akrab disapa Pak Ayung, menyatakan bahwa gugatan tersebut bukan hal baru. Ia menuturkan, perkara serupa pernah diajukan oleh sebelas penggugat pada tahun 1999 di Pengadilan Negeri Palangka Raya, namun telah ditolak berdasarkan Putusan Nomor 12/Pdt.G/1999/PN.PL.R.
“Dulu sudah jelas putusannya ditolak karena objeknya tidak sesuai. Sekarang anak dari salah satu penggugat lama kembali menggugat, tapi kali ini ke Pengadilan Agama. Kami menilai jalur gugatannya tidak tepat, karena objeknya bukan perkara yang berada di ranah hukum agama,” ujarnya, Jumat (24/10).
Sofirman menjelaskan, pihak yayasan menilai gugatan di Pengadilan Agama tidak memiliki dasar kuat, terlebih karena salah satu penggugat bukan beragama Islam. “Kami ingin proses hukum ini berjalan sesuai koridor. Bila ingin menggugat, seharusnya melalui Pengadilan Negeri. Hakim juga perlu menilai apakah gugatan ini memenuhi syarat formil dan materil,” tegasnya.
Terkait objek sengketa, Sofirman menuturkan bahwa tanah yang disengketakan seluas 1,8 hektare merupakan bagian dari tanah wakaf sah milik Yayasan Darul Ulum. Legalitas tanah tersebut telah diatur melalui sejumlah dokumen resmi, antara lain SKPST Nomor SP/115/PPCVRI/PLKR/1974, Akta Ikrar Wakaf Nomor KK.15.6.1/BA.00/059/2006, Sertifikat Wakaf Nomor 00031 dan Telaahan Tata Ruang dari Dinas PUPR Palangka Raya Nomor 60/155.2/DPUPR-05/VII/2020.
Selain itu, sebagian dari total lahan wakaf seluas 52 hektare telah diterbitkan 12 sertifikat hak atas nama yayasan. Sertifikat induk diterbitkan pada tahun 2014, sedangkan pihak penggugat baru menampilkan dokumen SPPT tahun 2015, yang dinilai muncul jauh setelah legalitas wakaf ditetapkan.
Sofirman menuturkan, lahan tersebut memiliki sejarah panjang. Tanah itu berasal dari almarhum H. Abdullah, seorang veteran yang memperoleh lahan berukuran 700 x 750 meter sebagai upah kerja (tebas), kemudian diwakafkan kepada Yayasan Darul Ulum melalui H. Samsuri.
“Setelah putusan PN 1999, pajak atas tanah itu juga sudah dibayarkan kepada negara. Semua proses wakaf dilakukan sesuai ketentuan syariah dan hukum positif. Kami harap semua pihak menghormati legalitas wakaf yang sudah sah secara hukum,” ujar Sofirman.
Kini, proses persidangan tengah bergulir di Pengadilan Agama Palangka Raya. Pihak yayasan berharap majelis hakim dapat menilai secara objektif dasar gugatan serta keabsahan dokumen wakaf sebelum melanjutkan ke tahap pembuktian. fwa





