SAMPIT/TABENGAN.CO.ID-Perselisihan antara karyawan PT Agrinas Palma Nusantara dengan karyawan PT Globalindo Alam Perkasa (GAP) akhirnya berakhir damai. Upaya mediasi yang digelar Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) di Sekretariat DAD, Kamis (23/10), berhasil menyatukan kedua belah pihak yang sempat berselisih paham.
Dalam proses mediasi, DAD Kotim menunjuk tiga orang mediator, yakni Zam’an sebagai ketua tim, didampingi Tjumbi dan Pungkal Canang. Mediasi dihadiri oleh Belasius, karyawan PT GAP selaku pelapor, serta Rusdianto, manajer PT Agrinas Palma Nusantara selaku terlapor. Keduanya hadir bersama perwakilan perusahaan dan tim hukum masing-masing.
Ketua Harian DAD Kotim Gahara, menjelaskan bahwa langkah cepat mediasi dilakukan agar persoalan ini tidak berkembang menjadi isu sensitif di lapangan. Pasalnya, sempat muncul kabar yang mengaitkan perselisihan tersebut dengan masalah suku atau etnis.
“Ini murni kesalahpahaman antarindividu, bukan masalah suku. Kedua belah pihak sudah sepakat berdamai, namun tetap akan dikenakan sanksi sesuai hukum adat. Nanti ada bentuk sanksi yang ditetapkan melalui perdamaian adat,” jelas Gahara.
Ia mengapresiasi sikap terbuka kedua pihak yang bersedia duduk bersama hingga tercapai kesepakatan damai tanpa perlu melanjutkan perkara ke sidang adat.
“Setelah kesepakatan ini, tim akan merumuskan langkah-langkah penyelesaian adat. Realisasi perdamaian adat akan kita lakukan dalam beberapa hari ke depan,” tambahnya.
Ketua Tim Mediasi DAD Kotim Zam’an, turut bersyukur karena mediasi tersebut mampu meredakan ketegangan dan menyelesaikan laporan dugaan penghinaan antara karyawan kedua perusahaan.
Sebagai informasi, sejak 1 Oktober 2025, PT Agrinas Palma Nusantara resmi mengelola kebun kelapa sawit yang sebelumnya merupakan hasil sitaan pemerintah dari PT Globalindo Alam Perkasa. Dalam proses peralihan itu, sekitar 609 orang karyawan berpindah ke PT Agrinas, sementara sebagian lainnya memilih tetap bekerja di PT GAP.
Perselisihan bermula ketika Belasius, seorang perawat di klinik PT GAP, tengah bertugas bersama Eva, bidan di perusahaan tersebut. Saat itu, seorang karyawan PT Agrinas datang berobat hanya membawa KTP tanpa surat pengantar dari atasannya. Karena mengikuti prosedur, pihak klinik menolak dan meminta surat pengantar untuk kepentingan administrasi dan penggunaan BPJS Kesehatan.
Namun tindakan itu justru memicu emosi Rusdianto, manajer PT Agrinas, yang datang ke klinik dan memarahi petugas kesehatan dengan nada kasar hingga dianggap menghina. Merasa direndahkan, Belasius kemudian melaporkan kejadian itu ke DAD Kotim.
Melalui peran aktif DAD, persoalan yang semula memanas akhirnya berakhir dengan perdamaian adat. Diharapkan, langkah ini menjadi contoh penyelesaian konflik secara bermartabat dan kekeluargaan di Bumi Habaring Hurung. c-may





