PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID-Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palangka Raya menjatuhkan vonis pidana penjara kepada tiga terdakwa dalam kasus korupsi perizinan tambang batu bara PT Pagun Taka yang merugikan negara hingga Rp5,84 miliar.
Amar putusan yang dibacakan dalam sidang agenda pembacaan putusan, Kamis (30/10), itu cukup mengejutkan, karena tidak sesuai dengan harapan publik yang kerap muak dengan tindak perilaku korupsi.
Ketua Majelis Hakim Ricky Fardinand dalam amar putusannya menyatakan, Iskandar, selaku Direktur PT Pagun Taka, dijatuhi pidana penjara paling berat, 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta, dengan subsider 2 bulan kurungan.
Selain hukuman pokok, Iskandar juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp5,8 miliar. Namun, karena sudah ada uang titipan ke rekening penampungan, kewajiban tersebut dinyatakan nihil.
Sementara itu, dua orang pejabat publik, Drs. H Asran, yang merupakan mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) dan Ir. Daud Danda, M.M, mantan Kepala Bidang Pertambangan, masing-masing dihukum 1 tahun 3 bulan penjara dan denda Rp50 juta, dengan subsider 1 bulan kurungan.
“Keduanya terbukti turut serta dalam penerbitan IUP tanpa proses lelang yang sah,” ujar hakim Ricky.
Terhadap keputusan tersebut, terdakwa Iskandar masih belum memutuskan upaya hukum selanjutnya ataupun menerima keputusan tersebut. Sementara itu, dua terpidana lainnya, H Asran dan Daud Danda menerimanya, sedang pihak Kejaksaan selaku penuntut umum mengambil sikap pikir-pikir terhadap putusan tersebut.
“Terdakwa Iskandar divonis dua tahun, lebih tinggi dari tuntutan kami sebelumnya, yakni satu tahun enam bulan. Karena itu kami masih pikir-pikir,” jelas Jhon Keynes, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Kalteng kepada awak media usai sidang.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan dakwaan JPU, kasus ini berakar pada pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada PT Pagun Taka yang melompati prosedur hukum. Setelah berlakunya UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pemberian IUP untuk batubara wajib dilakukan melalui mekanisme lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).
Namun, PT Pagun Taka yang belum pernah mengajukan permohonan kuasa pertambangan sebelum UU tersebut berlaku, justru mendapatkan IUP Eksplorasi dan Operasi Produksi tanpa lelang. Modusnya adalah dengan memalsukan tanggal pada dokumen permohonan dan Surat Keputusan Bupati.
Dokumen permohonan pencadangan wilayah sengaja dibuat seolah-olah tertanggal 9 Januari 2009, sebelum UU berlaku. SK Bupati tentang persetujuan pencadangan wilayah juga diberi nomor dan tanggal mundur, yakni 10 Januari 2009. Padahal, prosesnya berlangsung pada 2010.
Ini dilakukan untuk “menyiasati” Pasal 112 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 yang memberi pengecualian lelang hanya bagi perusahaan yang pernah mengajukan izin sebelum UU baru.
Dalam dakwaan yang dilansir dari situs resmi Pengadilan Negeri Palangka Raya juga mengungkap peran mantan Bupati Barito Utara, Ir. H. Achmad Yuliansyah, M.M., yang memberikan arahan lisan kepada jajarannya, termasuk H. Asran dan Daud Danda, untuk memproses permohonan IUP walaupun belum memenuhi persyaratan. Arahan ini kemudian dituangkan dalam memo internal.
Sementara itu, Iskandar selaku pengusaha disebutkan telah mengalirkan dana miliaran rupiah untuk mengurus perizinan, termasuk transfer sebesar Rp4,1 miliar kepada seorang perantara bernama Bintari Diah Astuti dan Rp845,3 juta kepada Rahmat Fauzi, seorang staf Dinas Kehutanan yang membantu pengecekan koordinat dan AMDAL. c-old/mak





