Pemkab Lamandau Terbuka untuk Penyelesaian Konflik Kinipan

BERKAS - Ketua Komisi II DPRD Kalteng, Lohing Simon dan jajarannya menerima berkas dan sejumlah data, terkait konflik agraria antara masyarakat dan PT SML dari Bupati Lamandau, Hendra Lesmana, ketika kunjungan, Rabu (2/9).TABENGAN/SEGAH

DPRD Himpun Informasi Konflik Agraria di Kinipan (Bagian.1)
NANGA BULIK – Konflik agraria yang terjadi antara masyarakat Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau, dengan PT Sawit Mandiri Lestari (SML) yang menyita perhatian masyarakat luas menjadi perhatian serius DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng).

Untuk mengetahui duduk masalah serta mencari solusi terbaik untuk kedua belah pihak, DPRD Kalteng diterjukan ke Kabupaten Lamandau, Rabu (2/9).

Tim yang ditugaskan langsung oleh Ketua DPRD Kalteng, Wiyatno ini terdiri dari Komisi I yang membidangi Hukum, Pemerintahan dan Keuangan serta Komisi II yang membidangi Ekonomi dan Sumber Daya Alam ( SDA) termasuk perizinan.

Tim diberangkatkan dari halaman DPRD Kalteng, Rabu sekitar pukul 07.23 WIB dan tiba di Nanga Bulik, Lamandau pukul 18.00 WIB. Dihari yang sama, pada pukul 20.00 WIB, tim diterima langsung Bupati Lamandau, H Hendra Lesmana di rumah jabatan sekaligus ramah-tamah.

Dalam kunjungan ini, tim dipimpin Wakil Ketua II DPRD Kalteng, H Jimmy Carter. Kemudian turut serta Ketua Komisi, Lohing Simon, Sekretaris Komidi H Sudarsono serta Anggota Komisi seperti HM Sriosako, Jainudin Karim, Fajar Hariady dan Sengkon. Kemudian Wakil Ketua Komisi I H Muhajirin dan Sekretaris Komisi Sirajul Rahman.

Dalam kunjungannya, rombongan mendapatkan penjabaran terkait awal mula mencuatnya konflik agraria antara masyarakat Kinipan dan PT SML tersebut dari Bupati Lamandau, Hendra Lesmana.

Dalam kesempatan tersebut Hendra menjelaskan, proses pengajuan perizinan PT SML telah dimulai pada 2010 dan masalah konflik agraria mulai muncul pada 2012.

“Memang pada dasarnya, pro dan kontra tentu tidak bisa kita hindari dan saat ini, apa yang saya sampaikan kepada DPRD Kalteng, tidak hanya hanya berdasarkan satu sudut pandang dan kita juga sudah mengirimkan kronologisnya untuk dipelajari ke provinsi, termasuk DPRF dengan tembusan langsung ke Presiden. Terkait awal mula kronoligis konflik agraria yang diketahui setelah ada sejak tahun 2012,” ungkap Hendra.

Perusahan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit ini, ungkap dia, memiliki kebun inti dan Hak Guna Usaha (HGU) berkisar 9400 ha, dan yang sudah dibuka seluas 7800 ha. Sedangkan plasma yang diterapkan PT SML, kata Hendra, berkonsep 50 persen, dimana program plasma tersebut bisa dikatakan cukup tinggi dibandingkan dengan plasma minimal yang telah ditetapkan peraturan perundang-undangan, yaitu 20 persen.

“Jadi kebun inti dan HGU luasannya 9400 hektar, plasmanya 9600 dan yang sudah mereka tanam untuk plasma adalah 4105 ha dengan konsep 50 persen dari izin tersebut,” terang Hendra.

Dijelaskannya juga, saat ini ada 11 Desa yang telah menerima plasma tersebut dan hanya satu Desa yang belum terselesaikan, yaitu Desa Kinipan. Sedangkan untuk upaya penyelesaian permasalahan konflik agraria ini telah sampai ke tingkat tertinggi, yaitu Kantor Kesekretariatan Presiden (KSP) di Ibukota Jakarta.

Sementara berkenaan dengan proses Hutan Adat yang menjadi polemik, diungkapnya, sampai saat ini belum ada pengusulan verifikasi. Kemudian juga belum pernah dilakukan pemetaan dan Pemerintah Provinsi melalui Dinas Kehutanan (Dishut), telah mengeluarkan surat nomor 522/342 terkait penjelasan hutan adat di Kabupaten Lamandau.

Menurutnya, konflik agraria antar masyarakat Kinipan dengan PT SML, mulai melebar pada saat dilakukannya pemetaan pada 2016, oleh Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), badan otonom dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

“Tahun 2016 silam, dilakukanlah pemetaan dari BRWA yang merupakan badan otonom dari AMAN, disinilah mulai muncul persoalan setelah di-overlay. Dimana lahan komunitas Adat Kinipan tersebut berdiri diatas perizian perusahaan dan disitulah awal permasalahan,” lanjut Hendra menjelaskan.

Bahkan pada tahun 2010 silam, sempat diadakan pertemuan antara PT SML dan masyarakat Kinipan, terkait persetujuan pembukaan lahan yang ada di Kinipan dan saat itu telah disetujui dengan ditandatangani oleh kepala Desa Kinipan.
Hendra juga mengaku prihatin atas insiden konflik agraria yang terjadi saat ini di wilayah Kinipan, sehingga dengan kedatangannya DPRD Kalteng tersebut diharapkan dapat membantu mencari solusi, guna mencegah agar masalah ini tidak berbuntut panjang.
“Dengan kedatangan rekan-rekan dari DPRD Provinsi, sangat kita sambut dan sangat besar harapan kita agar kedatangan DPRD Kalteng dapat membantu mencari solusi terhadap permasalahan yang berujung pada Blind Spot (titik buta-red) di wilayah Kinipan,” pungkasnya.
Sementara Ketua Komisi II, Lohing Simon dalam sambutannya dalam pertemuan tersebut mengungkapkan rasa terima kasihnya atas penyambutan Bupati Lamandau beserta jajaran. Menurut Lohing Simon, maksud dan tujuan para legislator Kalteng datang secara langsung ke Lamandau untuk mencari solusi permasalahan konflik agraria di Kinipan.
“Kita ucapkan terima kasih atas sambutan hangat yang diberikan oleh Bupati Lamandau dan jajarannya. Kemudian maksud dan tujuan kami datang kesini adalah ingin mencari informasi seperti apa kronologis permasalahan di Kinipan dan kita mengharapkan agar segera didapatkan solusi terbaik untuk masyarakat maupun perusahaan,” kata Lohing. (Segah/bersambung).