PALANGKA RAYA/tabengan.co.id- Kalangan DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) mendukung kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng yang akan melarang angkutan Perusahaan Besar Swasta (PBS) melintas ruas jalan provinsi dari Desa Bukit Liti, Kabupaten Pulang Pisau (Pisau) menuju Kuala Kurun, Kabupaten Gunung Mas (Gumas).
Larangan itu rencananya berlaku bagi seluruh kendaraan angkutan PBS, baik yang bergerak di bidang perkebunan, pertambangan dan kehutanan yang melebihi Muatan Sumbu Terberat (MST) tonase 8 ton, tinggi kendaraan 3,5 meter, lebar 2,1 meter dan panjang 9 meter. Aturan larangan itu akan diberlakukan mulai 31 Juli 2021 mendatang.
Anggota DPRD Kalteng dari Daerah Pemilihan (Dapil) I, meliputi Kabupaten Katingan, Gunung Mas (Gumas) dan Kota Palangka Raya HM Sriosako saat dibincangi Tabengan di gedung dewan, Senin (26/7), mengatakan, larangan melintas bagi angkutan perkebunan, batu bara dan kayu logging tersebut telah sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya dalam pasal 19 ayat (2) huruf c.
“Dalam aturan perundang-undangan, angkutan PBS memang tidak diperbolehkan melewati jalan umum dan harus membuat jalan khusus, bahkan kita juga sudah memiliki aturan yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2012 tentang Jalan Umum dan Jalan Khusus,” ucapnya.
Anggota Komisi II DPRD Kalteng yang membidangi Ekonomi dan Sumber Daya Alam (SDA) ini juga menilai, keputusan Pemprov Kalteng menerbitkan larangan melintas bagi angkutan PBS di ruas jalan provinsi dalam jangka waktu tertentu sudah tepat. Hal tersebut bertujuan agar kerusakan jalan tidak semakin parah, mengingat ruas jalan kerap dilintasi angkutan PBS dengan kapasitas tonase melebihi 8 ton, sehingga kerusakan jalan tidak dapat dihindari.
“Informasinya, ruas jalan itu mengalami kerusakan parah akibat dilintasi angkutan PBS yang melebihi kapasitas tonase. Sehingga kerusakan jalan tidak dapat dihindari dan saya menilai, keputusan Pemprov untuk melarang PBS melintas di ruas tersebut sementara waktu sudah tepat dan kita sangat mendukung,” tegasnya.
Kendati demikian, perlu adanya pengecualian terkait larangan melintas bagi angkutan, khususnya bagi angkutan kelapa sawit milik masyarakat yang berasal dari Perkebunan Sawit Mandiri (PSM). Pasalnya, kelapa sawit memiliki jangka waktu penyimpanan tertentu dan berpotensi mengalami kebusukan apabila tidak segera diolah menjadi bahan setengah jadi.
“Jangan sampai kebijakan tersebut merugikan masyarakat khususnya petani sawit mandiri. Mengingat buah kelapa sawit tidak bisa disimpan terlalu lama. Apabila disimpan terlalu lama, buah akan membusuk dan tidak bisa diolah menjadi bahan setengah jadi, sehingga perlu adanya pengecualian dari kebijakan larangan tersebut, agar operasional perkebunan milik masyarakat lokal bisa tetap berjalan,” tandasnya.
Selain itu, perlu adanya penekanan dari Pemprov Kalteng agar PBS yang mengangkut hasil alam berupa batubara dan kayu log, untuk ikut bertanggung jawab atas kerusakan ruas jalan itu.
“Kalau pemerintah yang memperbaiki jalan, tetapi akhirnya PBS tetap melintas di jalan umum, justru negaralah yang dirugikan. Sehingga pemerintah perlu memberikan ketegasan dan menekan PBS untuk bertanggung jawab memperbaiki ruas jalan tersebut,” pungkas Ketua Fraksi Partai Demokrat Kalteng ini. nvd