PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID -Musim kemarau menjadi pemicu seretnya rezeki pembudidaya ikan di Kota Palangka Raya. Sejak 6 bulan terakhir, berbarengan dengan masuknya kemarau, mereka terus-menerus merugi. Laba yang dihasilkan jauh dari modal yang dikeluarkan. Puluhan ribu bibit ikan mati.
Salah satu pembudidaya ikan di bantaran Sungai Kahayan adalah pasangan suami istri (pasutri) Rudi dan Sumiyati. Hari demi hari sejak beberapa bulan terakhir, sumber nafkah keluarga ini goyah. Sebab, mereka hanya menggantungkan rezeki dari budidaya ikan nila yang sudah mereka geluti sejak satu dekade terakhir.
Di tengah terik panasnya matahari bercampur asap karhutla, Rudi dan Sumiyati menghela napas panjang sambil memilah anakan ikan nila yang mati dalam keramba. Dalam sehari aktivitas ini dilakukan bukan cuma sekali. Jika dikalkulasi bibit ikan yang mati jumlahnya bisa sampai ribuan setiap hari. Bayangkan saja jika dalam sebulan, totalnya puluhan ribu bibit yang mati.
“Selama kemarau ini tidak ada penghasilan sama sekali. Di tahun ini saja kami panen baru satu kali, itu pun saat harganya jatuh. Biasanya kami dalam setahun bisa 2 kali panen dengan 3 ton dalam sekali panen,” kata Sumiyati saat dibicangi Tabengan, Kamis (5/10).
Suami istri ini sangat terpukul dengan musim kemarau panjang tahun ini. Bagaimana tidak, ikan yang mereka budidayakan harus mati banyak, setelah air Sungai Kahayan memiliki arus yang lambat, sehingga ikan lambat tumbuh dan akhirnya mati.
“Lambatnya tumbuh ikan ini membuat kami hanya buang waktu. Di samping itu juga penghasilan kami ikut terhambat setelah banyaknya ikan mati, dan itu tidak bisa dijual,” ujarnya, sembari memilah anak ikan nila yang mati.
Selain diterpa kerugian yang cukup banyak, Sumiyati juga mengeluhkan harga pakan ikan yang semakin meningkat.
“Panen aja susah, malah harga pakan ikan naik. Ini saja sudah 2 kali mengalami kenaikan, awal harganya di kisaran Rp300 ribuan untuk 30 kilogram sekarang Rp400 ribuan, ” imbuhnya.
Akibat banyaknya ikan mati, pasutri ini mengalami kerugian sekitar Rp3-3,5 juta per harinya. Dengan kejadian seperti itu, ia berharap Pemerintah Provinsi Kalteng dan Pemerintah Kota Palangka Raya bisa mencari solusi di tengah jeritan pembudidaya ikan nila.
“Harapan saya pemerintah bisa mencari jalan solusi buat kami para pembudidaya ikan nila ini. Saat ini kami kami hanya bergantung rezeki pembudidayaan ikan nila,” tuturnya.
Tanaman Hortikultura Terganggu
Dampak perubahan iklim musim kemarau yang menyebabkan kekeringan telah membawa kerugian di berbagai sektor, termasuk sektor hortikultura. Kepala Dinas TPH dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah Sunarti mengatakan, untuk padi sudah melalui masa panen, sehingga tidak berdampak pada musim kemarau. Tetapi untuk sayur-sayuran sangat berdampak.
“Untuk pangan karena sudah musim panen jadi tidak masalah, kecuali kemarau ini pada saat musim panen tentu menjadi masalah. Bayam, sawi, timun dan kacang panjang. Karena jika ada asap, maka fotosintesisnya terganggu, kemudian juga tidak ada air, otomatis pertumbuhannya terganggu,” katanya, di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, Kamis (5/10).
Sunarti mengatakan, hal tersebut berdampak pada harga sayuran yang mahal dan pihaknya merasa di bidang hortikultura juga sangat terganggu.
“Terganggunya hortikultura pada saat musim kemarau ini dimulai pada saat pertengahan September,” ujarnya.
Ia mengungkapkan untuk Kota Palangka Raya hortikultura diproduksi dari Kalampangan dan Tangkiling. Walaupun hortikultura mengalami gangguan perkembangan, di sisi lain petani mengalami untung karena harga jual naik.
“Hanya saja, dalam penanaman sayurnya perlu perawatan maksimal untuk kebutuhan airnya. Kemudian untuk suplainya tidak terganggu karena masih tersedia di pasaran. Jadi kita terus berupaya untuk memodifikasi cuaca ini untuk memanfaatkannya, sehingga komoditi hortikultura tetap tersedia,” tutupnya. jef/lwd