Ujian Jari

Ujian Jari

Oleh Pdt Drs Steven Josua Uktolseja, S.PdK., MA

Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit. Karena sebagaimana mimpi disebabkan oleh banyak kesibukan, demikian pula percakapan bodoh disebabkan oleh banyak perkataan (Pengkotbah 5:1-2).

Renungan kita hari ini mengajak kita bersama-sama memahami bahwa kadang kita terburu-buru mengeluarkan suatu perkataan. Kita terlalu mudah berujar tanpa kontrol. Apalagi  saat ini kita berada pada masa kampanye pilpres dan pemilu caleg. Masing-masing kita mungkin sudah menetapkan pilihan. Baik itu pilihan capres atau pilihan caleg. Terkadang kita memperteguh pilihan kita dengan mengajak orang yang masih mengambang dalam memilih untuk mengikuti apa yang kita pilih dengan memposting hal-hal yang kurang baik pada yang bukan pilihan kita. Hal ini bisa saja berujung pada ujaran kebencian yang tentunya melanggar pasal 27 ayat 3 UU ITE.

Sebagai orang percaya kita memiliki satu panduan bagaimana berujar pada khalayak luas atau publik. Dengan lidah kita berujar. Yakobus 3:6 mengatakan, lidah adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka.

Lidah itu kuat mengendalikan situasi. Demikian pula saat ini lidah yang kuat bermanifestasi menjadi jari yang kuat. Kemajuan teknologi komunikasi sekarang memberikan kesempatan orang untuk berujar melalui media sosial. Sehingga dosa lidah saat ini bermanifestasi menjadi dosa ujaran kebencian. Paangkalnya, tanpa kita sadari, kita dihinggapi ovirus FOMO (Fear Of Missing Out).  Yaitu perasaan takut merasa “tertinggal” karena tidak mengikuti aktifitas tertentu, atau takut kehilangan momen berkomentar. Sehingga kita yang merasa pintar mudah sekali berujar melalui jari mendeskreditkan orang lain melalui WA, Facebook, Instagram, X-twitter dll. Sehingga kita bagaikan mata air dengan dua rasa yang sangat  tidak mungkin. Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama (Yak 3:11).

Sejatinya kita adalah sumber air yang menyejukkan karena dari dalam kita mengalir aliran-aliran air yang memberi kehidupan. Yohanes 7: 38 menegaskan bahwa barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup. Mari kita jalani masa-masa menuju pilpres dan pileg dengan menjaga ujaran jari kita agar menjadi berkat bagi sesama. Ujaran yang memberi semangat. Puji Tuhan. fasb