PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Saat ini harga beras menjadi trending pembahasan di mana-mana. Karena dalam sejarah kepemimpinan Presiden Jokowi ini adalah kenaikan harga beras tertinggi mencapai Rp18.000 per kg. Harga ini sudah melenceng jauh dari Peraturan Badan Pangan Nasional No 7 Tahun 2023, Harga Eceran Tertinggi (HET) beras Rp14.400.
Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Palangka Raya (FEB-UPR) sekaligus Peneliti Institute For Economic Research and Training (INTEREST) Suherman mengatakan, penyebab kenaikan harga pangan di Indonesia, tentunya bisa dilihat dari 2 sisi, baik internal maupun eksternal.
“Beberapa faktor internal itu misalnya fenomena perubahan iklim, infrastruktur pendukung pertanian kurang memadai, kualitas dan produktivitas pangan yang rendah serta gangguan pada rantai pasok (supply chain),” kata Suherman, di Palangka Raya, Senin (26/2).
Pengamat ekonomi muda ini menjelaskan, sepanjang 2023 juga bisa lihat fenomena perubahan iklim yang menyebabkan para petani tidak bisa memaksimalkan produksi padinya di sawah, jadi faktor ini juga tidak bisa abaikan. Belum lagi rantai distribusi pangan masih jadi masalah juga, kadang ada yang melakukan penimbunan sehingga menyebabkan kelangkaan.
Beberapa faktor eksternal juga seperti konflik politik yang berlangsung di negara-negara produsen pangan, terjadi krisis energi global dan juga perubahan nilai tukar yang fluktuatif.
“Di luar itu kita tidak bisa mengesampingkan juga faktor psikologis yang memengaruhi perilaku konsumen, seperti spekulasi, ketakutan dan kepanikan,” tuturnya.
Kalau berbicara dampak langsung Pemilu 2024 dengan harga pangan itu belum bisa dipastikan. Namun, yang pasti kemungkinan adanya kenaikan harga bisa jadi karena meningkatnya permintaan dan pengeluaran masyarakat, serta adanya potensi konflik dan ketidakstabilan politik pasca Pemilu 2024.
Selain itu, bisa dianggap tradisi menjelang Ramadan juga turut berpengaruh terhadap harga pangan, karena biasanya permintaan akan bahan pangan utama kayak beras, telur, daging dan minyak goreng akan mengalami peningkatan seiring dengan persiapan masyarakat menyambut bulan suci Ramadan.
“Hal itu tentunya bisa menyebabkan kelangkaan dan keterbatasan pasokan, sehingga harga menjadi naik. Tapi perlu dilakukan riset yang komprehensif untuk memastikan akar masalah dari kenaikan harga ini,” terangnya.
Dengan efek harga pangan yang meroket dikhawatirkan masyarakat akan panic buying, hal itu berkiblat pada masa pandemi Covid-19 kenaikan harga yang meroket bisa memicu panic buying bagi masyarakat, khususnya kalau disertai dengan informasi yang tidak benar, tidak transparan atau menyesatkan.
Panic buying itu merupakan perilaku membeli barang dalam jumlah besar karena takut kehabisan atau tidak tersedia di masa depan. Panic buying bisa berdampak negatif bagi ketersediaan dan stabilitas harga pangan, karena bisa menimbulkan kelangkaan yang parah.
“Oleh karena itu alangkah baiknya panic buying dihindari dan jadi konsumen yang rasional dan bijak dalam menyikapi suatu fenomena perubahan harga seperti sekarang ini,” ungkapnya.
Ia mengimbau pada produsen jangan ada yang melakukan penimbunan beras agar tidak membuat harga pangan semakin tinggi. Peran pemerintah diperlukan agar potensi potensi spekulasi yang terjadi di masyarakat bisa diatasi.
“Ini pekerjaan rumah (PR) pemerintah adalah memastikan stok beras ini segera tersedia untuk memenuhi permintaan pasar. Pemenuhan ini bisa dilakukan dengan impor dari negara produsen beras atau mendorong kemampuan petani lokal dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas beras di tanah air,” pungkasnya.
Sementara itu Kepala DPKUKMP/Disperindag Kota Samsul Rizal, membenarkan ada kenaikan harga beras.
“Memang ada kenaikan sedikit karena kita memang distributor dan juga pemenuhan pada saat ini, khususnya di Kalimantan sebagai pasokan beras untuk di Palangka Raya sekarang belum panen. Terus untuk di Jawa juga demikian, belum panen, sehingga beras SPHP menjadi rebutan. Tentunya pasokan ke kita juga ini menjadi berkurang dan beras-beras yang ada mengalami sedikit kenaikan. Tetapi InsyaAllah kedepan tidak akan naik lagi,” kata Samsul.
Hal ini dijelaskannya juga karena daerah seperti Barabai dan Kandangan mulai panen minggu depan. Apalagi pihaknya dalam beberapa kegiatan rutin seperti opsar yang dilaksanakan serta sebagai upaya bisa membuat harga beras terjaga. Dan kenaikan ini memang didasari oleh kebutuhan serta pasokan.
“Kalau ayam biasanya hanya beberapa hari saja. Karena ayam ini sudah pasti jumlahnya terpenuhi, sebab memang kita banyak juga perusahaan-perusahaan yang bekerja sama dengan masyarakat. Jadi kalau ayam mungkin karena panennya bersamaan, pasti akan turun. Jarang bertahan lama kenaikan tersebut,” sambungnya.
“Mengenai ketersediaan stok ayam, ia menyampaikan bahwa aman dan cukup,” tandasnya.jef/rda





