PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Ketua DPRD Kalimantan Tengah, Arton S. Dohong, menyatakan dukungan penuh terhadap berbagai program pembangunan yang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi Kalteng, termasuk upaya strategis dalam penguatan pendapatan daerah melalui sektor pajak dan retribusi. Namun, ia menegaskan bahwa sejumlah permasalahan teknis dan kebijakan masih perlu segera dibenahi demi tercapainya efektivitas dan keadilan fiskal.
“Seluruh anggota DPRD mendukung sepenuhnya langkah-langkah pembangunan Pemprov. Tapi ada persoalan-persoalan yang perlu perhatian serius, terutama dalam penguatan pajak dan retribusi daerah,” ungkap Arton saat menghadiri pertemuan antara jajaran Pemprov dan DPRD Kalteng, yang dikemas dalam kegiatan jalan santai bersama di kawasan Istana Isen Mulang, Jumat (9/8).
Arton menyebut, sinergi lintas sektor telah mulai dibangun oleh Pemprov dengan melibatkan sejumlah instansi kunci yang memiliki peran penting dalam mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Ini langkah positif dan patut diapresiasi. Dalam dua hari terakhir kami telah mengundang Bank Kalteng, Dinas ESDM, Dinas Perkebunan, dan Dinas Kehutanan. Mereka punya posisi strategis dalam mendukung peningkatan penerimaan daerah, khususnya mulai tahun 2025 dan seterusnya,” ujarnya.
Meski demikian, Arton mengkritik lemahnya sistem pendataan aset alat berat milik pelaku usaha, yang selama ini hanya mengandalkan laporan sepihak dari pihak perusahaan.
“Pendataan harus dilakukan langsung di lapangan. Kalau hanya mengandalkan laporan pengusaha, kami ragu. Menurut penilaian kami, kalaupun ada, hanya sekitar 0,01 persen pengusaha yang jujur melaporkan alat beratnya untuk dikenakan pajak,” tegasnya.
Ia mendorong pembentukan satuan tugas atau tim terpadu yang memiliki otoritas untuk melakukan verifikasi dan pencatatan langsung di lapangan. Menurut Arton, hal ini penting tidak hanya untuk alat berat, tetapi juga untuk pengawasan terhadap pungutan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan produksi batu bara.
“Selama ini, data yang kita terima soal batu bara dan BBM berasal dari pusat. Ketika rekonsiliasi bagi hasil dilakukan, kita tidak punya data riil. Ini rawan menimbulkan ketidaksesuaian dan ketidakjujuran. Karena itu, Satgas terpadu bersama kabupaten/kota perlu dibentuk. Supaya data yang kita ajukan benar-benar data faktual,” jelas Arton.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya penguatan pengawasan arus barang keluar dari Kalteng. Menurutnya, perlu dibentuk pos pantau terpadu baik di jalur darat maupun sungai.
“Kalau data kita valid, maka kita punya posisi tawar yang kuat saat rekonsiliasi dengan pemerintah pusat. Kalau saat ini belum ada kewenangan, harus kita perjuangkan agar diberikan,” tambahnya.
Terkait kebijakan pemutihan pajak kendaraan bermotor yang diluncurkan Pemprov Kalteng, Arton menyambut baik inisiatif tersebut. Namun, ia juga mencatat sejumlah keluhan masyarakat soal ketimpangan tarif dan praktik percaloan yang masih terjadi di kantor Samsat.
“Kita ingin masyarakat terdorong untuk patuh bayar pajak, bukan malah merasa terbebani. Kebijakan pemutihan seharusnya mempermudah dan memberi insentif, bukan membuat masyarakat kecewa,” ujarnya.
Arton mencontohkan kasus wajib pajak yang dikenakan biaya hingga Rp4,8 juta untuk tunggakan pajak selama tujuh tahun, sementara di daerah lain untuk kendaraan serupa hanya dikenakan Rp2,2 juta.
“Perbedaan tarif ini memunculkan pertanyaan. Apalagi di Samsat masih ada aktivitas calo. Masyarakat jadi berpikir, ‘Kalau begitu, lebih baik tidak usah bayar pajak, toh tidak ada sanksi.’ Ini berbahaya,” pungkasnya. Jef