*Kejari Palangka Raya Tetapkan Kades di Pulpis Tersangka Baru
PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID-Kejaksaan Negeri (Kejari) Palangka Raya kembali menetapkan satu orang tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) proyek fiktif pengadaan sumur bor tahun anggaran 2018 yang dilaksanakan di Kabupaten Pulang Pisau. Akibat proyek tersebut, negara diduga mengalami kerugian sebesar lebih dari Rp1,3 miliar.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Palangka Raya Rahmat Baihaki mengatakan, dari serangkaian penyidikan terkait dugaan Tipikor pembangunan sumur bor yang dilakukan oleh 18 oknum kelompok masyarakat peduli api pada tahun 2018, anggaran kegiatan tersebut berasal dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
“Tersangka ini merupakan tersangka keempat dari rangkaian proses penyidikan yang telah kami lakukan. Sebelumnya, sudah ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Tersangka baru ini berinisial K,” ujar Baihaki, Kamis (6/11).
Baihaki menjelaskan, modus para tersangka adalah meminjam nama kelompok masyarakat untuk memanipulasi pelaksanaan kegiatan sebagai bentuk pertanggungjawaban administratif.
“Modus yang dilakukan, para tersangka sebenarnya bukan pihak yang berhak melaksanakan kegiatan. Kegiatan ini seharusnya dilaksanakan oleh kelompok masyarakat peduli api, namun justru dilaksanakan oleh tersangka K. Nama kelompok masyarakat hanya dipinjam untuk keperluan administrasi pertanggungjawaban,” terangnya.
Diketahui, K merupakan Kepala Desa Mulyasari, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, yang menjabat pada tahun 2018. K selaku Kepala Desa bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek fiktif tersebut.
“Karena kegiatan itu dilaksanakan pada tahun 2018, kebetulan ada dua desa yang menjadi lokasi proyek. Dari dua desa itu terdapat empat kelompok masyarakat sebagai pelaksana kegiatan,” ungkap Baihaki.
Lebih lanjut, Baihaki menjelaskan, anggaran kegiatan tersebut bersumber dari Kementerian Pusat melalui Badan Restorasi Gambut (BRG) yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Dari hasil pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai ketentuan, berdasarkan perhitungan auditor, negara mengalami kerugian sebesar Rp1.397.000.000. Ada 18 titik proyek dengan berbagai modus, di antaranya ada yang hanya meminjam nama kelompok masyarakat, padahal pelaksanaannya dilakukan oleh pihak lain,” lanjutnya.
Dalam laporan pertanggungjawaban kegiatan, ditemukan banyak data yang tidak sesuai antara dokumen administrasi dan kondisi di lapangan. Bahkan, terdapat indikasi sejumlah sumur bor yang fiktif alias tidak pernah dikerjakan.
Sejauh ini, telah ditetapkan empat orang tersangka dalam kasus tersebut, yakni tiga orang dari unsur kelompok masyarakat peduli api dan satu orang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sebagian besar proyek tersebut berada di wilayah Kabupaten Pulang Pisau dan Kelurahan Bukit Batu.
Sumur bor ini sebenarnya diperuntukkan untuk mengantisipasi kebakaran lahan. Program ini muncul setelah kebakaran besar yang melanda Kalimantan Tengah pada tahun 2015. “Namun, dalam pelaksanaannya, ada yang benar-benar dikerjakan dan ada pula yang tidak,” ujar Baihaki.
Sementara itu, saat diwawancarai awak media, Kades Mulyasari K yang menjabat pada periode 2014–2018 mengakui bahwa dirinya bekerja sama dengan kelompok masyarakat untuk mencairkan dana yang seharusnya belum bisa dicairkan.
”Saya tidak terkejut dengan penetapan sebagai tersangka, karena memang merasa bersalah,” ujarnya singkat. mak





