Kesenjangan Ekonomi Picu Penjarahan Sawit

Kesenjangan Ekonomi Picu Penjarahan Sawit
Pengamat Ekonomi Kalimantan Tengah (Kalteng) sekaligus Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Palangka Raya (UPR) Fitria Husnatarina

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Pengamat Ekonomi dan Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Palangka Raya (UPR) Fitria Husnatarina turut menyoroti masalah penjarahan kelapa sawit yang terjadi di perusahaan-perusahaan besar swasta di Kalteng.

Terkait konflik berkepanjangan antara masyarakat dan perusahaan, Fitria menilai, hal ini bisa disebabkan adanya kesenjangan ekonomi yang cukup panjang atau ada gap yang terjadi antara masyarakat dan perusahaan.

“Artinya masyarakat sekitar bisa melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana kualifikasi perusahaan yang ada di sekitar mereka dan bagaimana keadaan masyarakat sekitar,” ujarnya kepada Tabengan, Kamis (12/9).

Dikatakan Fitria, keluhan-keluhan itu hanya ada di mulut saja dan  dipendam mungkin dan sewaktu-waktu dikeluarkan dalam bentuk perbuatan atau tindakan penjarahan.

“Tindakan anarkis seperti penjarahan itu dimunculkan sebagai akibat dari ekonomi yang dirasa timpang. Kenapa masyarakat itu hidup sangat berkekurangan, kalau misalnya kebutuhan pangan saja tidak tercukupi dan makan hanya dua atau satu kali sehari dan perusahaan menghasilkan banyak sekali lahan yang menjadi ekosistem masyarakat sekitar,” imbuhnya.

Inilah yang menurut Fitria bisa jadi menyebabkan penjarahan. Karena perusahaan menghasilkan banyak sekali dari lahan yang ada dan tidak banyak melibatkan masyarakat.

Sehingga, lanjut Fitria, itu tidak memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat dan ini akan sangat riskan dengan konflik ekonomi.

“Konflik ekonomi dan konflik sosial ini akhirnya muncul. Selalu kalau ada kejahatan, itu pasti karena urusan perut yang tidak terpenuhi. Kemudian tuntuan hidup yang terpenuhi dan kebutuhan lainnya yang mendasar itu tidak terpenuhi yang menyebabkan terjadinya kejahatan (seperti penjarahan),” bebernya.

Kemudian, tutur Fitria, akibat dari akumulasi berpikir yang jauh sekali, tentang ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dan ini tidak hanya soal indikator ekonomi tapi juga mungkin tentang pemberdayaan, pendidikan dan kesehatan.

“Akumulasi dari kesenjangan yang panjang itulah yang menyebabkan tindakan-tindakan yang terjadi seperti penjarahan yang dilakukan oleh masyarakat,” katanya.

Artinya, tambah Fitria, kalau masyarakat berpikir begitu. Itu berawal dari keresahan masyarakat yang kemudian berpikir. Sehingga ia menyebut bagaimana nanti negara melihat dan menyelesaikan hal ini.

“Karena konteksnya tidak terlalu banyak manfaat dari perusahaan kepada masyarakat terkait peningkatan kapasitas hidup dari masyarakat sekitar,” jelasnya.

Jadi, kata Fitria, perlunya masyarakat benar-benar memberdayakan dan melibatkan masyarakat. Ia menyebut pasti di satu sisi perusahaan membutuhkan kualifikasi tertentu untuk mengelola perusahaan tetapi kembali lagi bahwa pasti tidak ada perusahaan yang ingin rugi.

“Tetapi tidak seperti itu kalau berbicara tentang dampak sosial. Agreement atau kesepakatan sosialnya apa? Kebijakan pemerintah untuk melindungi semua pihak baik perusahaan maupun masyarakat?” tanyanya.

Kepentingan-kepentingan itu, kata Fitria, pasti tidak bisa dihindari. Tetapi, ada prinsip masing-masing baik perusahaan maupun masyarakat dan itu penting bagaimana mempertemukan itu pada satu prinsip ekonomi yang berlanjut atau sustainable itu perlu pemikiran dan duduk bersama untuk menyelesaikannya.

“Ini tidak boleh kemudian disepelekan sebagai tidakan individual yang berulang-ulang. Ini bisa jadi bom waktu ketika permasalahan dan tidak mrnemukan formula dan treatmen sosialnya dan akan menimbulkan masalah yang besar nantinya,” ujarnya.

Kemudian, apa esensi dan indikator apa yang menyebabkan ini terjadi? Ini banyak sekali faktor, artinya tidak mungkin masyarakat itu melakukan penjarahan tanpa berpikir dahulu.

“Itu terjadi karena kebutuhan ekonomi, tekanan lainnya yang kemudian menyebabkan masyarakat kemudian melakukan itu. Anarkis, dan sangat tidak baik tapi ini disebabkan struktur sosial yang rapuh dan mudah goyah, karena masyarakat merasakan sebuah bentuk kesenjangan,” tuturnya. rmp