Akhirnya Kadis PUPR Kalteng Buka Suara Masalah Proyek Pengaspalan Jalan Ahmad Yani

Akhirnya Kadis PUPR Kalteng Buka Suara Masalah Proyek Pengaspalan Jalan Ahmad Yani
Shalahuddin

“Melihat statemen Wali Kota kemarin, beliau salah menyebutkan bahwa jalan itu milik mereka. Padahal, saya sudah sampaikan kepada Bapak Gubernur, dan beliau mengatakan, ‘Oh, kalau begitu betul saja kita bekerja’. Jadi, seharusnya Pak Wali Kota memahami mana jalan kota, mana jalan nasional, dan mana jalan provinsi,” ujar Shalahuddin. 

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Tengah Shalahuddin menegaskan, pengaspalan Jalan Ahmad Yani di Palangka Raya merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah. Hal ini disampaikannya menanggapi pertanyaan terkait kewenangan perbaikan jalan tersebut.

“Jadi begini, Dinas PUPR itu bekerja tentunya dengan program-program yang harus sesuai dengan Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden, serta visi dan misi Gubernur Kalimantan Tengah. Di dalam Asta Cita, disebutkan bahwa pembangunan harus dilanjutkan, sedangkan dalam visi dan misi Gubernur, ada poin mengenai pembangunan infrastruktur yang merata dan berkelanjutan,” ujar Shalahuddin, saat diwawancara, Senin (17/3).

Ia menjelaskan, di dalam Kota Palangka Raya, terdapat tiga jenis kewenangan dalam hal perbaikan jalan.  Yang pertama adalah jalan kewenangan kota, yang kedua jalan kewenangan provinsi, dan yang ketiga jalan kewenangan nasional.

“Untuk kewenangan provinsi di Palangka Raya, panjangnya kurang lebih 39 kilometer. Beberapa jalan yang termasuk dalam kewenangan provinsi antara lain Jalan Arut, Jalan Ahmad Yani, Jalan Murjani, Jalan Yos Sudarso, dan Jalan G Obos,” jelasnya.

Sedangkan jalan provinsi yang menghubungkan antarprovinsi, lanjutnya, seperti Jalan RTA Milono, Lingkar Luar Mahir Mahar. Kemudian jalan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Palangka Raya, seperti Jalan Rajawali atau jalan yang ada di gang.

Shalahuddin mengklarifikasi pernyataan Wali Kota Palangka Raya terkait status jalan di Ahmad Yani. Menurutnya, ada kesalahpahaman mengenai kewenangan jalan, terutama dalam membedakan jalan kota, jalan provinsi, dan jalan nasional.

“Melihat statemen Wali Kota kemarin, beliau salah menyebutkan bahwa jalan itu milik mereka. Padahal, saya sudah sampaikan kepada Bapak Gubernur, dan beliau mengatakan, ‘Oh, kalau begitu betul saja kita bekerja’. Jadi, seharusnya Pak Wali Kota memahami mana jalan kota, mana jalan nasional, dan mana jalan provinsi,” ujar Shalahuddin.

Ia menambahkan, banyak masyarakat yang juga tidak bisa membedakan jenis jalan yang ada di Palangka Raya.

“Kalau jalan itu menghubungkan antarprovinsi, itu jalan nasional. Jika menghubungkan jalan strategis dari kabupaten ke provinsi, itu jalan provinsi,” jelasnya.

Sebagai contoh, ia menyebutkan beberapa ruas jalan di Palangka Raya. “Jalan Mahir Mahar itu termasuk jalan provinsi, bukan jalan nasional. Sedangkan jalan nasional di Palangka Raya meliputi Jalan RTA Milono, Jalan Tjilik Riwut, hingga Jalan Imam Bonjol yang mengarah ke Bundaran Besar dan terus ke Banjarmasin,” paparnya.

Shalahuddin menegaskan, pengaspalan Jalan Ahmad Yani dilakukan berdasarkan evaluasi teknis dan manajemen pemeliharaan jalan yang rutin dilakukan.

“Saat ini kita menggunakan konstruksi lentur atau flexible pavement dengan aspal. Dalam pemeliharaan jalan, ada beberapa tahap, yakni peningkatan, pemeliharaan rutin, pemeliharaan periodik, dan overlay. Overlay ini merupakan perawatan untuk mempertahankan kondisi jalan, karena meskipun terlihat masih bagus, kerikil-kerikil tajam sudah mulai muncul. Kami juga melakukan pengujian dengan alat Bengkel Mendem untuk mengukur lendutan jalan dan menentukan kebutuhan overlay,” paparnya.

Terkait pertanyaan mengapa Jalan Ahmad Yani lebih dahulu diperbaiki dibanding jalan lain seperti di lintas Kuala Kurun–Palangka Raya, Shalahuddin menjelaskan bahwa hal itu terkait dengan proses lelang proyek.

“Sebetulnya, jalan di daerah lain seperti di Kuala Kurun juga sudah dalam proses perbaikan. Hanya saja, pelelangan proyek yang lebih dahulu selesai adalah yang di dalam kota. Kontrak pengerjaan di Jalan Ahmad Yani sudah ada sejak 10 Februari 2025, sementara DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) kami berlaku sejak 2 Januari 2025,” katanya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa anggaran yang digunakan dalam proyek ini juga mempertimbangkan efisiensi dan prioritas pembangunan.

“Dalam kota, total anggaran sekitar Rp29 miliar, tetapi nanti akan ada refocusing sehingga kemungkinan dana yang digunakan hanya sekitar Rp6 hingga Rp8 miliar, sisanya akan dialihkan ke proyek lain. Namun, karena kontrak sudah berjalan, pengerjaan tetap dilakukan sesuai perjanjian,” ungkapnya.

Beberapa ruas jalan lain di Palangka Raya yang akan diperbaiki antara lain Jalan Murjani dan sebagian Jalan Yos Sudarso.

“Perbaikannya tidak dilakukan secara total, hanya pada bagian yang permukaannya sudah mengalami penurunan kondisi,” tambahnya.

Menanggapi pernyataan Wali Kota Palangka Raya yang mempertanyakan mengapa Jalan Ahmad Yani diperbaiki lebih dahulu dibanding jalan kota lainnya, Shalahuddin menegaskan bahwa hal itu karena perbedaan kewenangan.

“Saya sampaikan ke Dinas PUPR Kota Palangka Raya, kalau ada jalan kota yang rusak, silakan usulkan ke kami. Kami bisa membantu melalui mekanisme NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah), tetapi tetap harus dibahas di DPRD. Tidak bisa serta-merta kami langsung memperbaikinya, karena harus sesuai dengan kewenangan masing-masing,” tegasnya. ldw