HUKUM  

SIDANG MK PILKADA BARUT-Hakim Sebut Para Pihak Sama-sama Politik Uang

SIDANG MK PILKADA BARUT-Hakim Sebut Para Pihak Sama-sama Politik Uang
PEMBUKTIAN-Para Saksi dan Ahli dari Pemohon, Termohon, serta Pihak Terkait saat menyampaikan keterangan di ruang sidang MK, Kamis (8/5). INSET Akhmad Gunadi Nadalsyah dan Gogo Purman Jaya FOTO ISTIMEWA

MUARA TEWEH/TABENGAN.CO.ID Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati Barito Utara (Barut) Tahun 2024, Kamis (8/5). Sidang lanjutan perkara Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini dilaksanakan Panel Hakim 1 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo bersama Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dan Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah.

Pada sidang dengan agenda mendengarkan keterangan Saksi dan Ahli dari Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait ini, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Barut Nomor Urut 1 Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo (Pemohon) menghadirkan tiga orang saksi, Santi Parida Dewi, Lala Mariska, dan Indra Tamara, serta Aswanto sebagai Ahli.

Sementara, KPU Kabupaten Barut (Termohon) menghadirkan Roya Izmi Fitrianti dan Paizal Rahman yang merupakan Anggota KPU Barut. Sedangkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Barut Nomor Urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya (Pihak Terkait) mendatangkan Topo Santoso dan Radian Syam sebagai Ahli serta Edi Rahman dan Maluana Husada sebagai Saksi.

Berdasarkan pantauan melalui kanal Youtube MK, para pihak, dalam hal ini Gogo-Helo sebagai Pemohon dan AGI-SAJA sebagai Pihak Terkait terlihat saling kunci. Hal ini terlihat dari saksi yang dihadirkan. Semuanya sama-sama menguak praktik money politik yang dilakukan oleh kedua belah pihak.

Pada kubu Pemohon menghadirkan saksi Santi Faridawa Dewi, Lala Mariska. Ketiganya ada yang sebagai penerima, panitia pembagian uang dari pasangan calon 02 dan juga salah satu tim dari pasangan calon 01.

Saat diberikan kesempatan memberikan keterangan, Santi yang merupakan pemilih di TPS 01 Melayu mengisahkan tentang bagaimana awal mula dirinya dibujuk oleh salah satu koordinator dari pasangan calon 02 untuk dikumpulkan Kartu Identitas Penduduk (KTP) hingga menerima uang puluhan juta rupiah dari pasangan calon 02 dalam beberapa kali kesempatan. Dalam keterangannya, Santi menyebut beberapa nama sejumlah elit politik di Barut.

“Kami sekeluarga menerima uang sekitar 64 juta pak. Awalnya 1 juta per orang pada tanggal 24 Desember sebelum putusan MK, setelah itu pada 28 Februari sebesar 5 juta dan pada tanggal 14 Maret sebesar 10 juta perorang. Totalnya sekitar 64 juta untuk kami sekeluarga,” ujar Santi saat dicecar hakim.

Berbeda dengan Santi yang adalah penerima, Lala Mariska merupakan salah satu dari 9 orang yang diamankan pada peristiwa penggerebekan politik uang di Simpang Pramuka 2, Muara Teweh  beberapa waktu lalu. Kepada majelis hakim, Lala mengakui bahwa dirinya diminta untuk masuk dalam panitia pembagian uang oleh temannya Widi yang saat ini telah menjadi terpidana kasus politik uang. Perannya sebagai penggeledah penerima sebelum menerima uang.

“Saya tukang geledah pemilih pak sebelum terima uang. Sasarannya alat perekam atau handphone. Waktu itu sudah ada sekitar 50 orang lebih yang sudah saya geledah dan sudah menerima uang. Setelah itu akhirnya digerebek,” terang Lala yang menjawab pertanyaan majelis hakim.

“Sebelumnya kami sudah dibrifing yang mulia. Dan waktu itu setau saya ada rencana 12 titik yang akan lakukan pembagian uang,” tambahnya.

Berbeda Santi dan Lala yang melihat dan terlibat langsung dalam politik uang, satu saksi lainnya yang dihadirkan oleh pemohon kebanyakan menceritakan tentang apa yang didengar dari penerima, sehingga beberapa kali dipotong hakim. Menurut majelis hakim, keterangan yang berdasarkan pengakuan dari orang lain memiliki bobot yang sedikit rendah dengan saksi yang menyaksikan langsung dan atau mengalami.

Usai 3 saksi pemohon berkisah tentang praktik money politik dari pasangan calon 02, majelis hakim memberikan kesempatan kepada dua saksi dari pasangan calon 02 untuk mengisahkan tentang apa yang mereka alami terkait perkara Pilkada Barut 2024.

Menariknya Edy dan salah seorang perempuan yang dihadirkan  saat diberikan kesempatan, mengisahkan bahwa dirinya dan keluarga menerima uang dari pasangan calon 01 atau Gogo Helo sebesar 4,5 juta untuk tiga orang. Setelah itu, beberapa saat sebelum pemungutan suara, dirinya kembali dihubungi untuk mengambil uang ke salah satu orang yang terafiliasi dengan pasangan calon 01.

“Waktu itu dijanjikan juga kalau menang nanti akan diumrohkan,” terang Edy.

Berbeda dengan Edy, salah seorang saksi lainnya di samping Edy mengisahkan bahwa dirinya mendapatkan uang dari saudara Anton Permadi (Saksi mandat Paslon 01) melalui transfer. Usai ditransfer, dirinya diminta untuk komitmen memilih pasangan calon 01 ketika PSU nantinya.

“Saya waktu itu ditransfer. Dan waktu itu ada chat bahwa komitmen ya,” terang wanita berjilbab itu.

Selain keterangan 2 saksi, kuasa hukum pihak terkait Jubendri Lusfernando menambahkan bahwa terdapat voice note dari pasangan calon Bupati Barut Gogo Purman Jaya terkait politik uang dan juga bukti chat serta transfer.

Terhadap pengakuan para saksi, majelis hakim melalui hakim Daniel Yusmic P Foekh mengatakan bahwa para pihak ternyata sama-sama terlibat politik uang.

“Saya ingin konfirmasi bahwa rupanya para pihak sama-sama politik uang,” ujar Daniel sebelum memberikan kesempatan kepada hakim Guntur Hamzah.

Di akhir persidangan, majelis hakim mengabulkan permohonan pemohon dan pihak terkait tentang pemutaran video penggerebekan politik uang dan juga voice note terkait politik uang.

Selain 5 saksi fakta, terdapat KPU Barut sebagai pihak termohon dan Bawaslu sebagai pihak terkait juga diberikan kesempatan untuk memberikan keterangan dalam perkara tersebut. Pada intinya mereka sudah menjalankan seluruh proses pemungutan suara sesuai dengan aturan yang berlaku dan tak ada kejadian khusus.

Saksi Ahli

Sementara Ahli Pemohon, Aswanto dalam keterangan keahliannya mengatakan bahwa money politic yang melibatkan ASN, aparatur desa, tergolong pada pelanggaran yang telah memenuhi unsur terstruktur. Sementara jika melihat modus pelaksanaan money politic yang dilakukan dengan adanya daftar nama, maka hal yang sudah direncanakan ini menurut Aswanto sudah tergolong pada pelanggaran yang dilakukan secara sistematis.

“MK meminta dilakukan perbaikan dalam pemilihan kepala daerah melalui perintah PSU, namun ini malah terjadi money politics. Bahkan ini bisa dikatakan pertama kali terjadi jumlahnya dahsyat, yakni 16 juta per suara. Oleh sebab itu, ini memenuhi unsur TSM, maka pasangan calon patut untuk didiskualifikasi,” terang Aswanto.

Topo Santoso, selaku salah satu Ahli yang dihadirkan Pihak Terkait menerangkan bahwa terdapat perbedaan secara konseptual antara penanganan politik uang secara pidana dan administratif. Pada tindak pidana politik uang yang penyelesaiannya diproses oleh organ organisasi kepemiluan khususnya Bawaslu Provinsi, tujuannya bukan untuk membuktikan bahwa terbukti atau tidak terbuktinya suatu unsur tindak pidana atau kesalahan seseorang, melainkan untuk membuktikan telah terjadi pelanggaran administrasi politik uang yang dilakukan secara TSM.

Lebih lanjut Topo menerangkan, penyelesaian persoalan politik uang dengan pidana berbeda dan terpisah dengan proses penyelesaian politik uang dengan administrasi pemilihan oleh Bawaslu. Oleh karenanya, apabila perkara pidana pemilihan terdapat putusan pidana terbuktinya seseorang atau beberapa orang diduga tim dari paslon, maka dalam konteks hukum pidana hal itu merupakan pertanggungjawaban pidana individual dari terdakwa.

“Jadi tidak berkait dengan pertanggungjawaban hukum dari pasangan calon. apalagi dalam putusan itu tidak ada penyertaan antara terdakwa (pelaku) dengan pasangan calon, baik dalam hal turut serta melakukan ataupun penggerakan, maka ini tidak ada hubungan pertanggungjawaban hukumnya,” jelas Topo.

Berikutnya terkait dengan implikasi putusan pidana pada hasil pemilihan, Topo memberikan pandangannya. Dikatakan jika dalam pemilihan kepala daerah terdapat dua paslon, yang kemudian di dalamnya terjadi suatu tindak pidana pemilihan politik uang yang terbukti berdasarkan putusan pengadilan, maka perlu dipahami bahwa dari sekian daftar pemilih di satu TPS tersebut, hanya ada dua pemilih yang terbukti telah menerima. c-old