+DAD Kalteng: Segera Identifikasi Wilayah Rawan Konflik
PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Pemerintah Desa Sumber Makmur, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), secara resmi menolak permohonan pembangunan rumah ibadah berupa gereja di wilayah RT 007 RW 003.
Surat penolakan tersebut diterbitkan pada 18 Juli 2025 dan ditandatangani langsung oleh Kepala Desa, Supriyo. Dalam surat tersebut dijelaskan dua alasan utama penolakan. Pertama, belum terpenuhinya jumlah jemaat yang berdomisili secara sah di wilayah setempat.
Kedua, adanya penolakan dari sebagian warga RW 003 yang dibuktikan melalui surat pernyataan dan tanda tangan warga.
Menyikapi hal itu, Gubernur Kalteng Agustiar Sabran tegas menyampaikan agar semua pihak dapat saling menghormati dan menjaga, dan semua pihak harus menyikapi masalah ini dengan arif dan bijaksana.
Gubernur menekankan, nanti akan memanggil pihak terkait, sekaligus mengingatkan Kalteng adalah Huma Betang.
“Tolong dimengerti semua pihak. Pemaku kepentingan masing-masih daerah, kita akan panggil, mencarikan solusinya. Kami tidak akan tutup mata, sebab kita Huma Betang,” tegasnya.
Agustiar mengingatkan jangan sampai ada gangguan di Kalteng dan seluruh pihak harus bergandengan tangan.”
Ditegaskan Gubernur, kerukunan dan toleransi sudah berjalan solid dan harmonis di Kalteng ini, jangan sekalipun ada oknum atau golongan lain yang coba menganggu atau menggerogotinya huma persatuan kita, yakni Huma Betang.
“Siapa yang berani mengganggu Huma Betang maka berlawanan dengan masyarakat. Juga gubernur Kalteng sekaligus Ketua DAD,” pungkasnya.
Keputusan ini langsung menyita perhatian publik, termasuk Ketua Harian Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah (Kalteng) Prof Andrie Elia Embang. Ia mengatakan, masyarakat Indonesia khususnya Kalteng harus memahami jika kita hidup masyarakat majemuk yang perlu memiliki pemahaman yang baik dan tidak intoleran.
“Dalam kontelasi komunitas masyarakat yang majemuk sistem sangat diperlukan pemahaman integritas yang kuat terhadap ideologi kehidupan berbangsa dan bernegara oleh pemimpin dalam masyarakat,” ujarnya kepada Tabengan, Selasa (22/7).
Andrie Elia mengingatkan, bangsa Indonesia berdasar pada Pancasila dan UUD 1945. Kasus di atas telah ada indikasi intoleran dalam masyarakat yang dapat menimbulkan potensi konflik dan harus segera diantisipasi secara dini oleh aparatur pemerintah beserta elemen-elemen masyarakat agar tercapai kondusivitas kedamaian dan tercipta kamtibmas.
Mantan Rektor Universitas Palangka Raya itu juga menyarankan agar pemerintah daerah segera melakukan identifikasi dan pemetaan wilayah untuk memberikan sosialisasi pemahaman kebangsaan sebagai upaya mencegah terjadi hal serupa.
“Agar Pemda segera melakukan identifikasi wilayah-wilayah rawan konflik di masing-masing wilayah dan segera memberikan pemahaman wawasan kebangsaan kepada akar rumput, Kades, RW/RT dan organisasi masyarakat,” tandasnya. rmp