PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID– Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Agustin Teras Narang mengungkapkan, perjuangan untuk menjaga kepentingan daerah di DPD RI itu, butuh sikap cermat. Terutama dalam melihat potensi kerugian daerah imbas dari kebijakan yang mungkin kurang melihat realitas di lapangan oleh pemerintah pusat.
”Saya mengapresiasi Keputusan DPD RI dalam Sidang Paripurna Luar Biasa yang kemarin, Senin (8/9/2025), digelar untuk menyikapi Rancangan APBN 2026 dari pemerintah dan disampaikan Presiden Prabowo Subianto di parlemen pada Agustus lalu,” kata Teras dalam rilisnya, Selasa (9/9).
Teras yang merupakan wakil dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kalimantan Tengah (Kalteng) menyampaikan terima kasih, terutama karena DPD RI melalui para kolega di Komite IV yang membidangi ekonomi dan keuangan, mau mendengar suara daerah.
“Juga suara Kalteng lewat usulan keberatan saya dan mungkin juga wakil daerah lainnya, yang meminta pemerintah pusat untuk melakukan evaluasi khusus atas rencana pengurangan Transfer ke Daerah. Suara yang kini menjadi keputusan lembaga DPD RI,” ujar Teras.
Menurut mantan Gubernur Kalteng dua periode, kebijakan ini berpotensi menghentikan banyak pembangunan dan kerja pemerintah daerah serta ujungnya merugikan masyarakat.
Lebih lanjut melalui Surat Keputusan DPD RI Nomor 5/DPDRI/I/2025-2026 Tentang Pertimbangan DPD RI Terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran (RAPBN TA) 2026, telah menyampaikan catatan kritisnya.
Teras menegaskan, selanjutnya agar keputusan ini dapat menjadi bahan pertimbangan DPR RI dan pemerintah dalam pembahasan anggaran lebih lanjut nantinya.
Meski secara prinsip DPD RI dapat menerima RAPBN TA 2026 tersebut sebagai instrumen utama kebijakan fiskal pemerintah dalam mendukung target pembangunan nasional, namun disampaikan tegas dan jelas sikap kurang sependapat atas kebijakan penurunan TKD tersebut yang menunjukkan bahwa APBN 2026 kurang memiliki keberpihakan terhadap kepentingan daerah dan melemahkan semangat otonomi daerah, serta mengurangi efektivitas desentralisasi fiskal.
Dijelaskan, TKD merupakan instrumen fiskal utama yang menopang pembiayaan layanan publik dasar di daerah. Alokasi belanja TKD dalam RUU APBN 2026 yang hanya 17% dari APBN (Rp650 triliun) akan berpotensi mempersempit ruang fiskal daerah serta mengurangi fleksibilitas daerah dalam menjalankan roda pemerintahannya.
Lebih jauh dijelaskan, ketimpangan prosentase alokasi antara Belanja Pemerintah Pusat (BPP) dan belanja TKD yang ditandai dengan terus menurunnya prosentase alokasi TKD sejak tahun 2020 hingga 2026 berpotensi memperlebar kesenjangan pembangunan antar wilayah, terutama bagi daerah dengan PAD rendah yang masih sangat tergantung pada TKD.
Berikutnya, imbuh Teras, pengurangan alokasi TKD tanpa mempertimbangkan kapasitas fiskal masing-masing daerah berpotensi menimbulkan tekanan serius bagi pemerintah daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik.
“Kondisi ini dapat mendorong daerah menempuh langkah paling mudah dengan menaikkan pajak daerah, yang pada gilirannya justru akan menambah beban masyarakat dan pelaku usaha, serta berisiko menghambat pertumbuhan ekonomi daerah,” paparnya.
Penurunan alokasi dana TKD sebesar 29,34% dibanding tahun sebelumnya, termasuk pemangkasan tajam pada Dana Bagi Hasil, dan penurunan alokasi pada komponen TKD lainnya (DAU, DAK, Dana Otsus, Dana Keistimewaan, Dana Insentif Fiskal dan Dana Desa) dipandang bertentangan dengan prinsip desentralisasi fiskal yang berpotensi memperlebar ketimpangan vertikal dan horizontal antara pusat-daerah, memperlemah daya dorong ekonomi lokal, serta menimbulkan risiko tidak tercapainya indikator pembangunan yang bergantung pada peran pemerintah daerah.
”Saya harap pemerintah pusat di tengah perombakan kabinet, termasuk pergantian Menteri Keuangan, sungguh dapat memberi atensi pada catatan kritis kelembagaan dari DPD RI ini. Terima kasih pula kita sampaikan untuk pengabdian Menteri Keuangan Sri Mulyani selama ini dan selamat bekerja pada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menggantikan beliau,” katanya.
Teras berharap semoga Kementerian Keuangan lebih mencermati betul situasi dan suara rakyat di daerah, serta menjalankan tata kelola keuangan yang berkeadilan, prudent, serta berdampak pada pemerataan pembangunan. Bukan sekadar pertumbuhan ekonomi yang terpusat di satu atau di sebagian wilayah semata.
Bersama kita kawal pembangunan bangsa, lewat daerah kita masing-masing, guna mencapai Indonesia maju, makmur, dan sejahtera. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau Bukan sekarang, kapan lagi? ist