PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID– Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dapil Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang mengatakan, Undang-Undang Penataan Ruang perlu segera direvisi dengan memasukkan peran dan kewenangan daerah dalam pembaruannya.
Menurut Teras, hal ini untuk mencegah masalah tata ruang bermasalah, konflik agraria, serta masalah pembangunan lainnya yang merugikan masyarakat daerah. Ini adalah salah satu dari beberapa rekomendasi Komite I DPD RI dalam konsinyering pada Senin (29/9), di Jakarta.
“Saya pribadi sudah lebih jauh sering mendorong agar dibentuk Badan Tata Ruang Nasional yang menarik dan menyinergikan seluruh kewenangan terkait tata ruang di berbagai kementerian dan lembaga negara. Lembaga yang berada di bawah koordinasi langsung Presiden, sehingga mudah melakukan penyelarasan dan penyelesaian carut marut kewenangan dan aturan terkait tata ruang,” kata Teras dalam rilisnya, Selasa (30/9).
Mantan Gubernur Kalteng dua periode itu mengemukakan, hari-hari ini masalah tata ruang semakin kompleks. Bahkan, memicu konflik yang meluas di berbagai daerah, sehingga merugikan banyak masyarakat.
Khusus di Kalteng, ungkap Teras, masalah tata ruang telah membelenggu pembangunan pula dan menimbulkan ketidakpastian hukum misalnya bagi masyarakat adat, hingga para transmigran awal era orde baru yang tak jua mendapat pengakuan atas lahan mereka karena status hutan. Ini belum termasuk soal tata batas daerah yang juga perlu diperhatikan sungguh.
“Selain soal penataan ruang, kami juga melakukan finalisasi hasil pengawasan UU Desa yang tengah menemukan banyak masalah dari desa,” beber Teras.
Dikatakan, temuan ini termasuk masalah pengelolaan dana desa dan mandatory spending atau belanja wajib, diskresi pemimpin desa, otonomi desa yang hilang karena regulasi, Badan Usaha Milik Desa yang belum optimal, hingga pengaturan berlebih dari Kementerian terkait.
Meski UU Desa telah sempat mengalami revisi, namun secara umum tidak banyak perubahan yang membuat posisi desa mengalami banyak tumpang tindih beban administrasi dan sanksi efek pendekatan teknokratis.
Beberapa lainnya, lanjut dia, masalah desa juga terkait tata ruang yang terjebak status kawasan hutan. Baik lahan maupun kantor desanya, Teras minta kembali agar Komite I DPD RI berani merekomendasikan dikeluarkan dari status kawasan hutan.
Menurutnya, seluruh isu ini, secara berulang tidak akan dapat dibenahi tanpa itikad politik yang konsisten. Begitu pun itikad politik dalam membenahi masalah yang ditemukan banyak dari berbagai daerah ini, tidak akan muncul bila masyarakat dan gerakan sipil tidak turut memperjuangkannya.
“DPD RI membutuhkan kerja sama dan kolaborasi dari seluruh elemen rakyat dalam mendukung pembenahan atas banyak masalah yang menimpa rakyat di daerah. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” pungkasnya. ist