PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Tokoh masyarakat adat Dayak Kalimantan Tengah (Kalteng) yang juga mantan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng Rawing Rambang menyatakan keprihatinannya atas penertiban kebun masyarakat seluas 8.762 hektare di kawasan hutan Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Kebun tersebut disita dan rencananya akan dikelola oleh PT Agrinas, perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurut Rawing, meski kebun-kebun tersebut berada dalam kawasan hutan, namun masyarakat telah bekerja sama dengan perusahaan dan menggantungkan hidup dari hasil perkebunan itu. Ia menilai langkah pemerintah sangat merugikan masyarakat lokal.
”Seharusnya pemerintah membina kebun-kebun milik masyarakat, terutama yang berada di kawasan hutan. Mereka tidak mengetahui aturan, tapi mereka bergantung pada penghasilan dari kebun itu untuk hidup,” ujarnya, Selasa (30/9).
Rawing menolak adanya campur tangan pihak luar dalam pengelolaan kebun milik masyarakat. Ia meminta pemerintah melibatkan langsung masyarakat lokal, agar mereka bisa tetap produktif dan mandiri secara ekonomi.
”Libatkan masyarakat lokal. Tidak perlu mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah,” tegasnya.
Sebagai tokoh adat dan mantan pejabat pemerintah, Rawing mengaku prihatin karena masyarakat lokal sering kali tersisih akibat kehadiran pendatang yang dipekerjakan di daerah.
”Kapan lagi orang daerah bisa berperan dan memiliki kebun sendiri? Tugas pemerintah adalah membantu, bukan menyengsarakan rakyat. Kalau memang ada perusahaan, silakan, tapi jangan sampai rakyat disingkirkan. Ini yang terjadi di Sampit, Kotawaringin Timur, saat ini,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan bahwa penertiban kebun rakyat bisa menimbulkan dampak sosial yang serius, seperti meningkatnya angka kemiskinan dan konflik horizontal di tengah masyarakat.
”Terutama koperasi yang benar-benar milik masyarakat lokal, serahkan kepada mereka untuk dikelola secara mandiri. Jika lahan mereka disita, ini bisa memicu konflik sosial yang berbahaya,” tandasnya.
Rawing meminta agar PT Agrinas mengembalikan kebun milik masyarakat. Ia menegaskan bahwa masyarakat bukan mencari kekayaan, melainkan hanya berusaha untuk bertahan hidup.
”Kurang lebih ada 8.762 hektare yang akan dikelola Agrinas. Tolong kembalikan kepada masyarakat. Kalau memang ada aturan, fasilitasi mereka dengan baik, baik oleh pemerintah daerah, pusat, maupun Agrinas sendiri agar bisa mendukung perekonomian rakyat,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya memberdayakan sumber daya manusia (SDM) lokal yang dianggap sudah memiliki kemampuan dalam mengelola kebun secara berkelanjutan.
”Masyarakat lokal punya kemampuan mengelola sawit. Tidak perlu datangkan orang dari luar. Banyak masyarakat lokal yang bisa menjadi mitra perusahaan,” pungkasnya. mak