KUALA KAPUAS/tabengan.com – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kapuas menyampaikan hingga kini Kapuas belum dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak Rubella.
“Kapuas belum dinyatakan KLB Campak Rubella, yang benar adalah Campak Klinis,” tegas Kepala Dinkes Kabupaten Kapuas Apendi akhir pekan tadi.
Dia menjelaskan, untuk hasil campak Rubella sendiri masih menunggu sampel darah yang bersangkutan melalui pemeriksaan di laboratarium Jakarta. Karena itu, untuk saat ini ditegaskan bahwa yang benar adalah Campak Klinis. Namun Campak Klinis inipun tidak boleh diabaikan karena sudah ada gejala mengarah ke Measles Rubella (MR).
Apendi berharap hasil KLB Klinis, sampel darah yang dikirim ke Jakarta hasilnya negatif mengalami Campak Rubella. Sementara, katanya, penyebutan KLB Campak Klinis sudah sesuai aturan dengan dasar yang kuat.
Sementara itu, Kabid P2P Tri Satyautami mengatakan, Campak Klinis bisa diindikatorkan, demam, muncul merah-merah, filek dan mata merah. Kemudian minimal ada lima orang, berkelompok lalu ada hubungan kontak penularan selama empat minggu (satu bulan). “Ini sudah bisa dikatakan KLB Campak Klinis,” kata Tri.
Kemudian, kata dia, hasil lab dinyatakan positif rubella, maka statusnya menjadi KLB Rubella. Jadi sekarang KLB Rubella tidak benar. Memang ada masyarakat yang dinyatakan positif Campak Klinis dan Rubella, tapi hanya ada beberapa, sementara Campak Klinis jumlahnya 49 orang.
Minimalisir Dampak
Sementara itu, Plt Kepala Dinkes Provinsi Kalteng Yayuk Indriati mengatakan, saat ini pihaknya sedang fokus untuk meminimalisir dampak yang terjadi di Kabupaten Kapuas.
“Sampai Sabtu kemarin, data kita masih berada di angka 50 pasien dan ini cukup memprihatinkan, karena terkena kepada seorang perempuan usia remaja 18 tahun dan ibu hamil. Ini sedang dalam observasi sejauh mana dampak yang diterima oleh mereka yang ada di sana,” ujarnya, di Palangka Raya, Senin (17/9).
Ia berharap tindakan-tindakan yang telah diambil dapat meminimalisir dan tidak lagi menyebar ke masyarakat. “Semoga edukasi yang telah disampaikan petugas bisa dipahami dengan baik oleh masyarakat,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, bentuk preventif dari penyebaran campak dan MR ini adalah dengan melakukan imunisasi, dimana untuk Provinsi Kalteng, sudah mencapai angka 55 persen dari target.
Sesuai prosedur untuk penanganan KLB campak, para penderita akan diobati sesuai dengan keluhan yang ada. “Sedangkan untuk mengobati penyakitnya tidak ada, untuk menghilangkan virus dengan obat anti virus campak itu tidak ada, yang ada hanya dicegah saja, yaitu dengan imunisasi agar tidak terkena. Apabila sudah terkena, maka tidak ada obatnya, kita hanya bisa meningkatkan daya tahan tubuh,” ungkapnya.
Karena itu, kata Yayuk, pengobatan dilakukan pada bagian-bagian yang terserang virus saja. “Kalau kena mata, matanya diobati, kalau panas, panasnya kita obati, apabila kena ke jaringan mulut kita kasih salep. Kemudian dengan meningkatkan asupan gizi, memperbanyak istirahat agar cepat naik daya tubuhnya, supaya bisa mengeliminasi efek virus ini,” jelasnya.
Menurut dia yang dikhawatirkan kalau dampak ini diketahui terlambat, sehingga virus ini telah jauh masuk ke organ yang lebih dalam, seperti paru-paru dan menyebabkan radang paru-paru dan masuk ke jaringan otak, sehingga bisa menyebabkan radang di selaput otak. “Biasanya angka kematian yang disebabkan campak, disebabkan oleh keterlambatan yang seperti ini,” jelasnya.
Ia mengatakan bahwa efek dari virus campak akan terlihat setelah terpapar virus di antara sekitar 7-14 hari. “Apabila dianggap sebagai penyakit yang ringan saja, itu dibiarkan, tidak istirahat, tidak mendapat gizi yang cukup, bisa berkembang ke arah yang lebih buruk, juga tergantung sejauh mana daya tahan tubuh kita. Semakin lemah daya tahan tubuh untuk menangkal virus ini, maka virus ini akan semakin cepat menyebar,” ujarnya.
Gejala awal dari orang yang terjangkit virus ini, biasanya seperti batuk, pilek, mata merah dan muncul bintik-bintik. Awalnya di daerah leher, dahi, wajah, lalu menyebar ke seluruh tubuh.
Ia menjelasakan, virus akan mudah terkena pada orang yang tidak pernah melakukan imunisasi, pernah imunisasi tapi sudah lama sekali, sehingga potensi imunisasinya rendah. c-hr/m-sms