PALANGKA RAYA/tabengan.co.id – Adanya keluhan masyarakat terkait parkir liar yang dianggap meresahkan mendapat tanggapan serius dari kalangan DPRD provinsi.
Menurut legislator dari PKB HM Anderiansyah, persoalan ini memang menjadi ranah dari kabupaten/kota dalam tindaklanjutnya.
Walaupun begitu, ucapnya, tetap masuk dalam lingkup pengawasan Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Kalteng meski sifatnya hanya koordinasi dan komunikasi. “Namun kami mengimbau agar parkir liar seperti ini harus ditertibkan melalui peraturan daerah masing-masing,” ujarnya kepada wartawan ketika ditemui disela-sela rapat kerja belum lama ini.
Yang menjadi perhatian adalah besaran dari tarif parkir itu sendiri. Kalau standarnya Rp2.000, seharusnya tetap pada di angka itu. Selain itu petugas penarik sendiri juga harus benar-benar resmi dengan memperlihatkan atribut, karcis, dan lainnya. Jangan sampai masyarakat parkir, yang menagih bukan seperti yang diharapkan bahkan terkesan ilegal. Bahkan ada juga yang terkesan memaksa dan bergaya premanisme.
Dirinya juga mencontohkan seperti di salah satu kawasan perbankan di kota, di mana petugas parkirnya dianggap tidak resmi. Pasalnya selain tidak menggunakan atribut juga tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
Uniknya, ucap dia, ketika memarkir kendaraan pihaknya tidak melihat adanya tukang parkir.
Namun ketika ingin pulang, mendadak muncul oknum tukang parkir yang menagih uang parkir. Bahkan tanpa adanya embel-embel seperti peluit atau karcis resminya. Hal semacam inilah yang harus menjadi perhatian jajaran setempat. “Tidak hanya di kawasan itu saja. Namun beberapa jalur lain yang seharusnya tidak boleh ada pungutan parkir, malah masih ada,” ucapnya.
Anggota Komisi A itu mencontohkan seperti di kawasan pertokoan, warung-warung bahkan di jalur Yos Sudarso Palangka Raya. Kawasan itu seharusnya sesuai aturan yang ada, merupakan wilayah bebas parkir.
Namun kenyataannya masih saja ada yang menarik bayaran tanpa atribut dan karcis resmi.
Memang pihaknya memaklumi ketika dibutuhkan dalam keadaan darurat seperti adanya kegiatan atau acara besar.
Dirinya juga mengakui persoalan ini tidak hanya terjadi di kota saja, namun juga di kabupaten-kabupaten yang ada. Untuk itu dirinya mengimbau agar pemerintah setempat bisa menangani persoalan itu, sehingga tidak menjadi keresahan publik.
Selain itu yang juga memerlukan perhatian adalah pungutan yang melebihi batas perda. Misalnya saja tarif standarnya Rp 2000 untuk roda dua, namun malah ditarik Rp 5000 atau lebih. “Ini kasihan masyarakat yang tidak tahu apa-apa. Jangan sampai berkembang menjadi hal-hal yang ilegal, bahkan mengarah pada persepsi yang negatif,” ujarnya mengakhiri. drn