Oleh : PRIYANTO
Kanwil DJPb Provinsi Kalimantan Tengah
Dana dekonsentrasi adalah dana yang dilaksanakan oleh gubernur yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran yang berasal dari APBN sebagai konsekuensi pelimpahan wewenang Pemerintah pusat kepada gubernur. Dana tersebut di luar yang dikeluarkan instansi vertikal pusat di daerah. Gubernur selaku wakil pemerintah pusat diberi wewenang dalam melaksanakan kegiatan yang bersifat nonfisik. Dana tugas pembantuan adalah dana yang dilaksanakan oleh kepala daerah atau desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran yang berasal dari APBN dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Pendanaan tugas pembantuan bersifat fisik yang diberikan kepada kepala daerah atau desa selaku daerah otonom. Anggaran dana Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan dialokasikan seluruhnya melalui pagu pada kementerian negara/lembaga (K/L). K/L tidak diperkenankan untuk meminta daerah menyediakan dana pendamping (cost sharing).
Sampai dengan tahun anggaran 2022, alokasi anggaran Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan di K/L yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang sebenarnya sudah menjadi urusan daerah ditengarai masih terjadi. Secara ideal berdasarkan peraturan perundangan, kondisi tersebut tidak boleh terjadi. Padahal pengalihan anggaran K/L yang sudah merupakan urusan daerah menjadi anggaran transfer ke daerah telah menjadi keputusan politik dalam bentuk peraturan perundangan sejak tahun 2004. Secara garis besar, ada dua alasan agar segera dialihkan semua kegiatan yang menjadi urusan daerah yaitu alasan pertama, Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah, Pasal 108:ayat (1) dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran Kementerian Negara/Lembaga (K/L) yang digunakan untuk melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi urusan daerah, secara bertahap dialihkan menjadi Dana Alokasi Khusus, ayat (2) pengalihan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Secara jelas undang-undang tersebut menyebutkan bahwa kegiatan-kegiatan K/L yang sudah menjadi kewenangan/urusan daerah seharusnya tidak ada lagi melainkan dialihkan ke daerah dalam bentuk DAK. Ada beberapa alasan K/L enggan mengalihkan alokasi anggaran Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan (bukan Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan yang sebenarnya) menjadi kewenangan daerah dalam bentuk DAK. Pertama, dasar hukum berupa Peraturan Pemerintah sebagai petunjuk lebih lanjut UU Nomor 33 tahun 2004 terkait pengalihan Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan menjadi DAK secara bertahap belum ditetapkan. Alasan kedua, alokasi anggaran Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan lebih banyak menjadi sarana koordinasi dengan daerah terkait perkembangan program sektor yang menjadi kewenangan K/L, kenyataannya program/kegiatan yang dilaksanakan tersebut memang seharusnya menjadi urusan daerah, dan pemerintah pusat (K/L) tidak ada urusan terkait hal tersebut. Pada sisi yang lain, kondisi tersebut sejalan dengan kemampuan keuangan daerah yang sebagian besar masih disokong oleh anggaran transfer ke daerah sebagai dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Adanya alokasi anggaran Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan ini dipandang sebagai alternatif pendanaan oleh daerah yang kekurangan pendanaan atas kegiatan pembangunan di daerah.
Proses pengalihan dana dekonsentrasi dan tugas perbantuan menimbulkan pertanyaan apakah proses pengalihan itu juga diiringi dengan pengalihan tanggung jawab dalam pencapaian prioritas nasional. Jika diasumsikan juga terjadi pengalihan tanggung jawab, mengapa masih tetap terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada alokasi dana Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan. Pertanyaan lain yang juga muncul adalah dari sisi payung hukum apakah sudah ada petunjuk yang jelas terkait proses pengalihan tersebut.
Berdasarkan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan PP No 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum. Menurut PP No 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan pasal 2 ayat (2), penyelenggaraan dekonsentrasi dilakukan melalui pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan K/L. Ruang lingkup dekonsentrasi mencakup aspek penyelenggaraan, pengelolaan dana, pertanggungjawaban dan pelaporan, pembinaan dan pengawasan, pemeriksaan, serta sanksi. Pendanaan dalam rangka dekonsentrasi dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat non-fisik.
Berdasarkan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan PP No 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi. Dalam PP No 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan pasal 2 ayat (3), penyelenggaraan tugas pembantuan dilakukan melalui penugasan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemberi tugas pembantuan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota, dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa. Ruang lingkup tugas pembantuan mencakup aspek penyelenggaraan, pengelolaan dana, pertanggungjawaban dan pelaporan, pembinaan dan pengawasan, pemeriksaan, serta sanksi. Pendanaan dalam rangka tugas pembantuan dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat fisik.
Pendanaan Dekonsentrasi dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang merupakan kewenangan Pemerintah Pusat di daerah untuk mendukung penguatan dan pemberdayaan peran Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat, dan kegiatannya bersifat nonfisik. Pendanaan Tugas Perbantuan membiayai kegiatan yang bersifat fisik dan ditujukan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku Kepala Daerah Otonom.
Pendanaan Dekonsentarsi dan Tugas Perbentuan seluruhnya dari APBN, K/L tidak diperkenankan meminta Daerah menyediakan dana pendamping (cost sharing). Kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan yang didanai mengacu pada RKP dan Prioritas Nasional. K/L wajib memberitahukan kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan kepada Gubernur/Bupati/Walikota sebelum pelimpahan/penugasan untuk mewujudkan sinergi pusat dan daerah. Gubernur/Bupati/Walikota memberitahukan kepada DPRD saat pembahasan RAPBD perihal rencana Penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan. Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan dilakukan secara tertib, transparan dan akuntabel guna mewujudkan LKPP yang Wajar Tanpa Pengecualian.
Pagu dana yang akan dilimpahkan merupakan pagu dari K/L untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan, K/L juga harus memperhitungkan kebutuhan anggaran:
- Biaya penyusunan dan pengiriman laporan SKPD;
- Biaya operasional dan pemeliharaan;
- Honorarium pejabat pengelola keuangan;
- Biaya lainnya dalam pencapaian target kegiatan.
Sejalan dengan penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja, penyusunan RKA-KL perlu diperhatikan:
- Kegiagan yang dituangkan dalam RKA-KL merupakan kegiatan Eselon I sesuai dengan hasil restrukturisasi;
- Target kinerja dan besarnya alokasi anggaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing SKPD:
- Dokumen pendukung dari masing-masing SKPD harus dilengkapi pada saat penelaahan RKA-KL.
Penyaluran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara. DIPA yang telah disahkan disampaikan kepada SKPD penerima dana Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan sebagai dasar dalam penerbitan SPM. Penerbitan SPM oleh BKPD selaku KPA didasarkan pada alokasj dana yang tersedia dalam DIPA. Kepala SKPD penerima Dana Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan menerbitkan dan menyampaikan SPM kepada KPPN. Setelah menerima SPM dari SKPD, KPPN setempat menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Penerimaan sebagai akibat pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan merupakan penerimaan negara & wajib disetor ke RKUN. Dalam hal pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan terdapat saldo kas pada akhir tahun anggaran harus disetor ke RKUN.
Kepala Daerah melampirkan laporan tahunan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan dalam Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD yang terdiri dari Laporan tahunan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan bukan merupakan safu kesatuan dari Dokumen LPJ-APBD; serta mekanisme penyampaian lampiran laporan tahunan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan kepada DPRD dapat dilakukan secara bersama-sama atau terpisah dengan LPJ-APBD.
Kepala Daerah melampirkan laporan tahunan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan dalam Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD yang terdiri dari Laporan tahunan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan bukan merupakan satu kesatuan dari Dokumen LPJ -APBD; serta mekanisme penyampaian lampiran laporan tahunan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan kepada DPRD dapat dilakukan secara bersama-sama atau terpisah dengan LPJ-APBD.
Sanksi yang diberikan berupa penundaan pencairan apabila SKPD tidak melakukan rekonsiliasi laporan keuangan dengan KPPN setempat sesuai ketentuan PMK yang mengatur tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah pusat. Penghentian pencairan dalam tahun berjalan dapat di lakukan apabila SKPD tidak menyampaikan laporan keuangan triwulanan secara berfurut-turut 2 kali dalam tahun anggaran berjalan serta ditemukan adanya penyimpangan dari hasil pemeriksaan BPK, BPKP, atau aparat pemeriksa fungsional lainnya.
K/L tidak diperkenankan mengalokasikan Dana Dekonkonsentrasi dan Tugas Perbantuan untuk tahun berikutnya apabila SKPD penerima dana dimaksud:
- tidak memenuhi target kinerja pelaksanaan kegiatan tahun sebelumnya yang telah ditetapkan;
- tidak pernah menyampaikan laporan keuangan dan barang sesuai ketentuan yang berlaku pada Tahun anggaran sebelumnya;
- melakukan penyimpangan sesuai hasil pemeriksaan BPK, BPKP, Ditjen K/L atau aparat pemeriksa fungsional lainnya.
Penyelenggaraan urusan pusat yang dilaksanakan dengan menyediakan Dana Dekonsentrasi mempunyai peranan penting dalam mendukung pembiayaan kegiatan prioritas nasional. Kementerian/Lembaga yang memberikan pendanaan terhadap urusan dekonsentrasi di Provinsi Maluku yang bersumber dari APBN yang menjadi bagian dari anggaran kementerian/lembaga. Dana Dekonsentrasi dialokasikan dalam anggaran kementerian/lembaga sesuai dengan program yang menjadi prioritas nasional. Program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun anggaran bersangkutan. Menteri teknis mengusulkan kegiatan urusan pusat didaerah yang akan didanai dari Dana Dekonsentrasi.
Kementerian/Lembaga yang menyelenggarakan kegiatan dekonsetrasi antara lain Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kemnterian/Lembaga lainnya mempunyai kegiatan tidak banyak dan mempunyai konsistensi yang berbeda-beda. Banyak faktor yang mempengaruhi antara lain: (i) adanya resistensi yang kuat dari pemerintah pusat untuk menyerahkan kewenangan berikut pembiayaannya kepada daerah, (ii) hampir tidak adanya Kementerian/Lembaga yang melakukan penyesuaian tugas pokok dan fungsi dengan perubahan bidang kewenangan paska desentralisasi, (iii) rendahnya pemahaman para penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah mengenai dekonsentrasi, (iv) rasa kecurigaan yang beriebihan berkaitan dengan rendahnya kepercayaan antar berbagai tingkatan pemerintahan, (v) ketidakseimbangan antara transfer jumlah dan bobot kewenangan dengan pembiayaan, serta (vi) keterlambatan pusat dalam mengeluarkan peraturan perundangan lanjutan yang mendukung pencapaian efektifitas penyelenggaraan dekonsentrasi.
Penyelenggaraan urusan pusat yang dilaksanakan dengan menyediakan Dana Tuas Perbantuan Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku mempunyai peranan penting dalam mendukung pembiayaan kegiatan prioritas nasional. Kementerian/Lembaga yang memberikan pendanaan terhadap urusan tugas perbantuan Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku yang bersumber dari APBN yang menjadi bagian dari anggaran kementerian/lembaga. Dana Dekonsentrasi dialokasikan dalam anggaran kementerian/lembaga sesuai dengan program yang menjadi prioritas nasional. Program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun anggaran bersangkutan. Menteri teknis mengusulkan kegiatan urusan pusat didaerah yang akan didanai dari Dana Tugas Perbantuan Kementerian/Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan tugas perbantuan Kabupaten/Kota.
Kementerian/Lembaga yang menyelenggarakan kegiatan Tugas Perbantuan di Kabuaten/Kota lingkup Provinsi Maluku yang mempunyai kegiatan cukup banyak dan konsisten antara lain Kementerian Pertanian, Kementerian PUPR dan Kementerian Perdagangan. Kemnterian/Lembaga lainnya mempunyai kegiatan tidak banyak dan mempunyai konsistensi yang berbeda-beda. Banyak faktor yang mempengaruhi antara lain: (i) adanya resistensi yang kuat dari pemerintah pusat untuk menyerahkan kewenangan berikut pembiayaannya kepada daerah, (ii) hampir tidak adanya Kementerian/Lembaga yang melakukan penyesuaian tugas pokok dan fungsi dengan perubahan bidang kewenangan paska desentralisasi, (iii) rendahnya pemahaman para penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah mengenai dekonsentrasi, (iv) rasa kecurigaan yang beriebihan berkaitan dengan rendahnya kepercayaan antar berbagai tingkatan pemerintahan, (v) ketidakseimbangan antara transfer jumlah dan bobot kewenangan dengan pembiayaan, serta (vi) keterlambatan pusat dalam mengeluarkan peraturan perundangan lanjutan yang mendukung
Pendanaan dalam rangka tugas pembantuan dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat fisik. Semua barang yang dibeli atau diperoleh dari pelaksanaan dana tugas pembantuan merupakan barang milik negara. Barang milik negara dapat dihibahkan kepada daerah. Penghibahan, penatausahaan, penggunaan dan pemanfaatan barang dalam Pasal 57 ayat (2) PP 7/2008, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan barang milik negara/daerah.
Dengan kondisi seperti ini yang terjadi adalah sebaliknya dimana pemerintah berkomitmen untuk menjaga pelaksanakan tugas perbantuan mengalami situasi yang serba sulit karena alokasi anggaran untuk pendanaan tugas perbantuan menjadi terbatas karena walaupun dengan prinsip kewenangan mengikuti fungsi kementerian/lembaga memandang pendanaan atas program/kegiatan yang merlaksanakan urusan daerah dialihkan ke DAK tidak mengurangi besaran pagu anggaran.
PENULIS: Kepala Seksi Pembinaan Pelaksanaan Anggaran I D Kanwil DJPb Prov. Kalteng