Ekobis  

Tapera Tekan Buruh Gaji Rendah

Tapera Tekan Buruh Gaji Rendah
Fitria Husnatarina Pengamat dan Akademisi UPR

PALANGKARAYA/TABENGAN.CO.ID – Pemerintah Indonesia berencana menerapkan pemotongan gaji karyawan swasta maupun pemerintah untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Aturan Tapera tersebut telah muncul sejak 2016, namun saat itu hanya diwajibkan untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Sebelumnya, akhir Mei 2024 lalu, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.

Dalam PP No 21 tahun 2024 dijelaskan, yang wajib menjadi peserta Tapera, pekerja yang bekerja di lingkup pemerintahan, swasta, maupun mandiri dengan usia minimal 20 tahun atau sudah menikah.

Selain itu, kepesertaan Tapera juga wajib bagi pekerja atau buruh badan usaha milik swasta, Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja di Indonesia minimal 6 bulan, serta pekerja yang tidak termasuk ke dalam kelompok pekerja, tetapi menerima gaji pokok atau upah.

Aturan pemotongan gaji tersebut dinilai bakal memengaruhi pekerja dengan gaji yang tidak terlalu besar seperti di Kalimantan Tengah (Kalteng), dengan rata-rata UMK kurang dari Rp4 juta. Berbicara Tapera tentu juga bakal berdampak pada masyarakat di Kalteng. Apalagi bagi mereka yang upahnya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Pengamat dan Akademisi Ekonomi Universitas Palangka Raya (UPR) Fitria Husnatarina mengatakan, Tapera baik untuk pengelolaan keuangan jangka panjang tapi bakal menekan kelas buruh yang mungkin menerima gaji tak sebesar pekerja lainnya.

“Pemotongan gaji untuk Tapera ini mungkin dampaknya sangat signifikan untuk kelas buruh,” kata Fitria kepada Tabengan, Rabu (5/6).

Ia menyoroti mekanisme pemotongan gaji para pekerja untuk Tapera. Menurutnya, pemotongan 3 persen bisa sangat berpengaruh, terutama bagi buruh dan para pekerja yang upahnya hanya cukup untuk kebutuhan pangan.

“Lain halnya jika dalam aturannya tertuang subsidi atau kualifikasi yang sekiranya tidak mengurangi daya konsumsi mereka,” lanjutnya.

Dia menilai Tapera bagus untuk pengelolaan keuangan jangka panjang. Namun, mengingat aturan Tapera tersebut juga menyentuh masyarakat dengan gaji pas-pasan, hal tersebut bisa dijadikan pertimbangan.

“Perlu dipertimbangkan skema penerapannya, karena masyarakat yang sedikit kurang mampu mungkin hanya menerima upah yang cukup untuk konsumsi pangannya saja,” terangnya.

Belum lagi indikator ekonomi lain seperti inflasi yang terjadi Kalteng dan berpotensi menambah pengeluaran untuk konsumsi pangan.

Fitria juga menjelaskan, jika nanti Tapera benar-benar diterapkan perlu menjadi perhatian bagi pemberi kerja bagaimana memastikan kesejahteraan para pekerjanya.

“Walaupun nanti ada kebijakan subsidi dari perusahaan perlu ada konversi lain terkait kesejahteraan pekerja, karena daya konsumsinya berkurang dan ini perlu jadi perhatian para pemberi kerja,” pungkasnya. rmp