Ekobis  

Waspada Naiknya Harga Emas Lemahkan Ekonomi Sektor Real dan Produk

Waspada Naiknya Harga Emas Lemahkan Ekonomi Sektor Real dan Produk
Pengamat Ekonomi Kalimantan Tengah (Kalteng) sekaligus Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Palangka Raya (UPR) Fitria Husnatarina

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Pengamat Ekonomi Kalimantan Tengah (Kalteng) sekaligus Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Palangka Raya (UPR) Fitria Husnatarina menyoroti naiknya harga emas yang terus terjadi.
Akhir-akhir ini di Indonesia termasuk di Kalteng, masyarakat gencar berburu atau membeli emas. Fenomena berburu emas ini juga berdampak pada berbagai hal, termasuk melemahnya rupiah (Rp) terhadap dolar AS.

Fitria menjelaskan, naiknya harga emas ini secara sederhana disebabkan permintaan terhadap emas meningkat atau besar. Karena emas merupakan salah satu instrumen pengaman untuk manajemen keuangan personal dan global.
“Artinya emas itu digunakan untuk melindungi nilai dari investasi agar ke depannya tidak semakin terdegradasi akibat tidak pastinya ekonomi ke depan,” ungkap Fitria kepada Tabengan, Senin (14/4).

Pemicu satu-satunya, ujar Fitria, adalah karena ketidakpastian perekonomian di masa kini dan masa depan. Dan ini memunculkan orang-orang bereaksi untuk mengamankan uangnya.

“Akibat dari permintaan yang tinggi ini pasar bereaksi, sehingga harganya menjadi mahal. Karena emas merupakan sumber daya yang terbatas dan tidak bisa diciptakan. Investasi di emas merupakan investasi pasif, karena nantinya dengan menggantikan investasi aktif sebelumnya yaitu investasi yang bergerak di sektor real, padat karya dan ada produk,” terang dia.

Jadi, ketika orang menarik dananya dan berinvestasi di emas dari sebelumnya investasi itu aktif dilakukan di sektor real kemudian dialihkan ke investasi emas, maka akan mengakibatkan kondisi ekonomi lesu.

Dalam konteks besar, jelas Fitria, kondisi ekonomi lesu ini mengakibatkan teralihkan. Dalam konteks kecil atau personal untuk melindungi biaya konsumsi bulanan. Dengan ketikpastian ekonomi ini mengakibatkan beralih ke investasi emas.

“Investasi emas ini untuk mengamankan pengeluaran. Karena harga emas mengalami kenaikan, hal ini untuk manajemen terhadap masa depan,” jelas Fitria.
Ini, lanjut dia, juga disebabkan sentimen terhadap informasi yang ditangkap ke depan ekonomi kita seperti apa, ada pola-pola FOMO atau ikut-ikutan terhadap tren. Tetapi orang awam atau FOMO pun pasti tahu kalau emas ini adalah investasi yang tidak akan merosot signifikan dan merugikan.
“Rupiah melemah karena orang menarik dana dan menaruh di emas yang mengakibatkan pergerakan ekonomi menjadi lemah perputarannya atau lambat karena menaruh investasi di investasi pasif seperti emas,” katanya.
“Karena emas tidak butuh tenaga kerja, emas tidak butuh proses untuk menghasilkan produk, sehingga investasi pasif,” sambungnya.

Kalau pola-pola orang memborong emas itu, tutur Fitria, mengakibatkan permintaan tinggi dan karena emas terbatas sehingga harganya menjadi naik. Atau mungkin nanti bisa jadi terjadi kelangkaan terhadap emas.

“Karena ada beberapa produk misalnya yang memiliki kandungan emas dan karena permintaan tersebut harganya menjadi tinggi dan apakah itu akan terjangkau di pasar dengan harga produk tersebut yang tinggi karena memiliki kandungan emas,” beber dia.

Artinya, bukan mengerem masyarakat untuk berinvestasi terhadap emas. Menurut Fitria, itu sah-sah saja namun harus melihat dengan betul dampaknya adalah pelemahan terhadap pergerakan ekonomi sektor real dan pelemahan terhadap sektor-sektor produksi atau segmen yang bahan bakunya menggunakan emas yang menciptakan harga menjadi tinggi.

“Oleh karena itu, masyarakat perlu melihat dengan benar terkait informasi-informasi kondisi ekonomibkarena akan berdampak terhadap pasar,” tambahnya.
Jadi, kalau kita saat ini memiliki dana boleh berinvestasi di emas, tapi ingat perlu tetap menyeimbangkan investasi di sektor-sektor yang real atau di sektor yang produk dan mampu memenuhi kebutuhan pasar lainnya dan tidak terjadi kelangkaan atau inflasi terhadap produk-produk tertentu akibat emas ini diserbu dengan agresif.

Sementara itu, lanjut Fitria, untuk pola masyarakat di Kalteng yang awise juga. Kita tahu emas adalah investasi yang mengompensasi dan ini akan melemahkan proses dari bagaimana pergerakan ekonomi secara sehat.

“Kita juga sebagai masyarakat jangan cenderung untuk pasif atau wait and see karena kita menjadi penonton di kondisi yang sekarang ini,” imbuhnya.
Jadi, tegas Fitria, di Kalteng harus memberikan gambaran pelaku usaha yang bergerak di bidang ekonomi aktif dan peran pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan diharap dapat dipikirkan.

“Dan bukan perkara ini hanya tugas pemerintah, tetapi juga masyarakat harus be awise atau mengamankan sisi keuangan karena pasar itu digerakan boleh sentimen. Tetapi masyarakat perlu untuk terus peduli agar ekonomi itu dapat berjalan dengan baik,” pungkas dia. rmp