PANGKALAN BUN/TABENGAN.CO.ID- Kalimantan Tengah telah lama menjadi rumah bagi hutan tropis yang luas, namun juga tak lepas dari ancaman kebakaran hutan dan lahan yang berulang setiap musim kemarau. Dari peristiwa itu, tumbuh kesadaran baru bahwa hutan yang dikelola secara bijak justru lebih tahan terhadap kerusakan. Kesadaran inilah yang kemudian mendorong lahirnya berbagai inisiatif Perhutanan Sosial, di mana masyarakat diberi hak legal untuk mengelola dan menjaga hutan dengan cara yang berkelanjutan.
Di antara banyak kelompok yang tumbuh dari semangat itu, Kelompok Tani Hutan (KTH) Meniti Fajar di Kelurahan Raja Seberang, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, menjadi salah satu contoh nyata. Berawal sebagai kelompok tani pada tahun 2011, Meniti Fajar awalnya fokus pada kegiatan pertanian dan peternakan. Saat itu mereka belum berbadan hukum, namun memiliki struktur kepengurusan dan semangat kolektif untuk menghidupkan ekonomi desa dari hasil bumi.
Seiring waktu, kelompok ini semakin solid dan bertransformasi menjadi pengelola hutan resmi. Di tahun 2021, mereka mengukuhkan diri sebagai KTH Meniti Fajar. Tak lama kemudian, upaya mereka mendapat pengakuan dari pemerintah melalui izin pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas 1.909 hektare di kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK) di Kelurahan Raja Seberang, Kotawaringin Barat.
Sejak memperoleh izin pengelolaan, perjalanan KTH Meniti Fajar menemukan arah baru. Mereka bertransformasi dari kelompok tani biasa menjadi komunitas yang menata masa depan hutan dan kehidupan sekitarnya. Dukungan penting datang dari Bumitama Gunajaya Agro (BGA Group), yang pada akhir 2024 menandatangani kerjasama sebagai langkah awal upaya menjaga tutupan hutan, menekan deforestasi, dan membuka peluang ekonomi bagi masyarakat. Hal ini sejalan dengan semangat Bumitama Berdaya (Beri Daya dan Upaya) untuk menguatkan kapasitas masyarakat, menumbuhkan kemandirian ekonomi, serta menciptakan harmoni antara keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan sosial.
Pada akhir tahun 2024, kedua pihak sepakat menandatangani kerjasama sebagai bentuk komitmen awal dalam menjaga tutupan hutan tetap terpelihara, menekan laju deforestasi, dan membuka peluang penghasilan baru bagi masyarakat. Melalui pelatihan, pendampingan teknis, hingga kegiatan agroforestry, BGA membantu memperkuat kemampuan mengelola lahan, mengolah hasil, dan merencanakan usaha hutan yang berkelanjutan.
Melalui pelatihan, pendampingan teknis, dan program agroforestry, BGA memperkuat kemampuan anggota KTH dalam mengelola lahan dan mengembangkan usaha berkelanjutan. Hasil baseline study bersama konsultan menunjukkan potensi kawasan ini sebagai wisata alam terpadu dan demplot kakao edukatif. Berdasarkan temuan itu, BGA mendukung penyediaan kecambah dan bibit kakao unggul serta abu boiler dari pabrik sawit untuk memperkaya tanah, sembari menyiapkan komitmen kerjasama jangka panjang 25 tahun.
Kini, hasil dari tahap awal mulai terlihat. KTH Meniti Fajar telah menanam sekitar 3.000 batang kakao, dengan target mencapai 5.000 batang pada akhir tahun. Langkah ini menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi masyarakat dan sektor swasta dapat menciptakan perubahan berkelanjutan.
Ke depan, inisiatif ini diharapkan menjadi model pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang seimbang antara ekonomi dan kelestarian lingkungan. Dengan pendampingan dan komitmen bersama, Meniti Fajar menapaki masa depan yang lebih mandiri, produktif, dan lestari. ***/ist