Hukrim  

Pensiunan PNS Berjuang Rebut Kembali Hak Kepemilikan Tanah Puluhan Tahun Yang Kini Diserobot

Pensiunan PNS Berjuang Rebut Kembali Hak Kepemilikan Tanah Puluhan Tahun Yang Kini Diserobot
Foto : Saat sidang lapangan (PS) di kediaman Marthin Hulen Barat lokasi sengketa, dihadiri Majelis hakim Benyamin (Putih) Marthin Hulen Barat (mengenakan topi abu) sebagai tergugat dan Aldinado Gandrung (biru) sebagai penggugat. FOTO ISTIMEWA

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Seorang pensiunan  PNS Pemerintah Kota Palangka Raya bernama Aldinado Gandrung, berjuang mempertahankan atas hak kepemilikan tanah miliknya, ia merebut kembali hak atas tanah yang ia beli puluhan tahun lalu. Tanah yang ia cicil pada 1986–1990 itu kini menjadi objek sengketa di pengadilan Negeri Palangka Raya. Rabu (20/11).

‎Dengan angsuran Rp10 ribu per bulan yang diangsur selama 19 bulan, Aldinado meyakini bahwa kavling tersebut telah sah menjadi hak miliknya. Namun kenyataannya, di atas lahan itu kini berdiri rumah permanen milik Marthin Hulen Barat yang mengklaim bahwa tanah itu adalah miliknya.
‎Aldinado sempat menggugat ke Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya, namun gugatan dinyatakan Niet Ontvankelijk (NO). Ia tidak menyerah. Upaya hukum ke Pengadilan Tinggi (PT) Palangka Raya membuahkan hasil, PT memerintahkan agar perkara disidangkan kembali. Gugatan lanjutan pun diterima PN Palangka Raya dan kini memasuki tahap sidang lapangan. Aldinado hadir bersama kuasa hukumnya yang tergabung dalam Law Firm Reniadhani Efrata & Partners dan keluarga untuk menegaskan klaim atas kepemilikan tanah berukuran 30 x 20 meter kuadrat tersebut.
‎Aldinado menjelaskan bahwa pada masa itu para PNS Kotamadya Palangka Raya ditawarkan kavling oleh Yayasan Maduratna. Ia menebus tanah melalui angsuran, dan setelah pelunasan Yayasan Maduratna mengajukan peningkatan status tanah ke Kantor Pertanahan berdasarkan SK Kotamadya. Namun proses peningkatan status sempat dihentikan sementara oleh BPN, sebelum akhirnya kembali diperbolehkan pada 2023.
‎Permasalahan muncul ketika masa kepemimpinan Wali Kota Riban Satia, saat sebagian lokasi tanah dijadikan kawasan hutan kota sehingga tanah milik Aldinado ikut terdampak. Sementara beberapa warga lain telah lebih dulu memperoleh peta bidang.
‎Pemutakhiran data wilayah pada 2021 turut memunculkan penerbitan Surat Pernyataan Pemilik Tanah (SPPT) di Kelurahan Bukit Tunggal, Kecamatan Jekan Raya, sesuai arah BPN dan SK Walikotamadya sebagai dasar utamanya. Di tahun yang sama Yayasan Maduratna berganti nama menjadi Yayasan Tajahan Antang.
‎Aldinado mengatakan bahwa ia dan saudaranya pernah mengelola lahan tersebut, termasuk membuat kolam ikan. Namun pada 2011, tanah milik adiknya, Aldiarto Gandrung, diserobot Marthin Hulen Barat yang kemudian membangun usaha batako. Sengketa itu bahkan sempat bergulir hingga Polda Kalteng. Pada 2014, tanah milik Aldinado sendiri sudah berdiri bangunan permanen milik Marthin. Setelah berbagai upaya mediasi gagal karena Marthin tidak pernah hadir, Aldinado akhirnya mengajukan gugatan pada 2024.
‎Marthin mengklaim bahwa tanah tersebut ia beli dari seseorang bernama Jampaniko. Namun hingga kini Jamaniko tidak diketahui keberadaannya. Selain itu, SPPT yang dipegang Marthin menunjukkan batas tanah yang berbeda dari kondisi di lapangan. Bahkan SPPT bernomor 594/321/VI/KL-BT/PEM tanggal 27 Juni 2014 atas nama Marthin telah dicabut oleh Lurah Bukit Tunggal, Subhan Noor.
‎Pencabutan tersebut diperkuat oleh pernyataan Surya Omega, pemeriksa tanah Kelurahan Bukit Tunggal pada 2014, yang menegaskan tidak pernah menandatangani SPPT itu karena sejak Februari 2014 sudah dimutasi menjadi Lurah Palangka.
‎Hal senada juga disampaikan Arina Partrisia, serta mantan Lurah Renteng yang mencabut tanda tangan mereka. Dasar utama pencabutan ialah adanya SK Walikotamadya Palangka Raya Nomor SK.09.500.I.PEM.VII.1989 Kav.17/C atas nama Aldinado Gandrung dokumen yang menjadi bukti kuat kepemilikannya.
‎“Ini membuktikan bahwa tanah itu memang milik saya,” tegas Aldinado.
‎Ia berharap majelis hakim mempertimbangkan seluruh bukti yang telah dikemukakan. “Saya berharap majelis hakim lebih teliti dan melihat lebih bukti sah kepemilikan tanah di dalam proses sidang yang sedang berjalan ini,” ujarnya.
‎Sementara itu, kuasa hukum Marthin Hulen Barat, Fridking Irawan, SH, menyatakan bahwa kliennya membeli tanah tersebut dari Jampa Niku selaku penggarap lahan, dengan perjanjian jual beli di rumah ketua RT. Berdasarkan perjanjian itu terbit Surat Kepemilikan Tanah (SKT) yang ditandatangani RT, lurah, dan camat.
‎“SKT klien saya terbit 2014, sedangkan SKT mereka terbit 2021. Di 2024 barulah mereka meminta mediasi,” ujarnya.
‎Sengketa tanah tersebut kini sudah memasuki tahap sidang lapangan yang dilaksanakan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya Benyamin. (mak)
Foto Ade : Saat Aldinado Gandrung menunjukan peta lokasi tanah miliknya yang diduga diserobot oleh Marthin Hulen Barat.