PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Lembaga survei atau jajak pendapat menjadi bagian tak terpisahkan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Namun, belakangan ini, maraknya lembaga survei yang bertebaran di media sosial maupun pemberitaan seringkali menguntungkan salah satu pasangan calon (Paslon) kepala daerah. Hal ini menjadi perhatian banyak kalangan, termasuk pengamat politik.
Menurut Ricky Zulfauzan, pengamat politik sekaligus dosen Fisif UPR, kalau mau mempercayai hasil survei, lembaga survei tersebut harus terdaftar resmi di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Sayangnya, tidak semua lembaga survei terlembaga dan terdaftar di KPU. Perlu dipahami, sebuah survei, memotret kondisi saat dilakukan survei. Survei tidak hanya memetakan suara pemilih, tetapi juga dapat digunakan untuk meningkatkan elektabilitas paslon,” katanya, Selasa (1/10).
Ricky menjelaskan, sepanjang survei dilakukan lembaga resmi dan menggunakan metodologi yang relevan, maka dapat dipercayai, hasil survei tersebut mewakili pendapat dari sebagian besar pemilih yang telah diwawancarai.
“Namun, perlu diingat survei hanyalah alat bantu dan tak sepenuhnya menggambarkan keadaan sebenarnya di lapangan,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua KPU Kalteng Sastriadi menyampaikan, sejauh ini masih belum ada lembaga survei yang mendaftar ke KPU Kalteng. Setiap lembaga survei yang ingin mendaftar, haruslah terakreditasi. Artinya, lembaga survei tersebut sudah memiliki kredibilitas yang jelas, dan hasil kinerjanya bisa dipertanggungjawabkan.
“Sejauh ini, memang masih belum ada lembaga survey yang mendaftar ke KPU Kalteng. Lembaga survei yang mendaftar ke KPU Kalteng, jelas memiliki kredibilitas, dan juga terakreditasi. Sebagai contoh adalah lembaga survei skala nasional,” kata Sastriadi.
Terakreditasi, lanjut Sastriadi, hasil survei yang dilakukan memiliki dasar yang jelas, bisa dipertanggungjawabkan, dan memiliki data-data yang jelas dan lengkap, serta tata cara survei.jef/ded