PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID– Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi Undang-Undang pada Selasa (18/11/2025).
Anggota DPD RI Dapil Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang mengapresiasi kehadiran KUHAP baru ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya yang barangkali menimbulkan beragam respons dari masyarakat. Untuk itu, masyarakat perlu mengawal pelaksanaannya yang akan resmi berlaku pada tahun 2026 mendatang.
”Saya mendorong agar seluruh pihak melakukan kajian mendalam dalam merespon KUHAP yang baru dan sebagaimana saya kerap sampaikan agar sesuai dengan prinsip 5K, sikap kritis kita perlu dibangun dengan semangat konstruktif, konstitusional, mengedepankan azas kebersamaan, serta disampaikan dalam cara penuh kesantunan,” kata Teras, Rabu (19/11).
Artinya, lanjut Teras, dalam hal ada yang dianggap merugikan dan tidak sesuai dengan konstitusi, maka setiap individu warga negara dapat melakukan upaya hukum yang diatur oleh konstitusi yakni melalui langkah yudisial reviu di Mahkamah Konstitusi.
“Termasuk bila dalam pembahasan hingga pengambilan keputusan pengesahannya dipandang belum memenuhi prinsip meaningful participation, atau melibatkan partisipasi publik yang bermakna,” ungkap mantan Gubernur Kalteng dua periode.
Ia menambahkan, lepas dari respons yang beragam. Satu hal yang pasti, masyarakat penting memahami arti dan konsekuensi dari kehadiran KUHAP baru ini, sebagai bagian dari semangat membangun negara hukum yang memenuhi azas keadilan, kepastian, dan kemanfaatan, demi tercapainya kesejahteraan bagi seluruh bangsa Indonesia. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Teras pun menyampaikan, sejumlah perubahan penting dalam KUHAP baru ini sebagaimana dicatat pula oleh media meliputi 14 poin substansi yang terdiri dari penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional; penyesuaian nilai hukum acara pidana sesuai KUHP baru yang menekankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutive; penegasan prinsip diferensiasi fungsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin masyarakat; perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga.
Selanjutnya ada penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk perlindungan dari ancaman dan kekerasan; penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana; pengaturan mekanisme keadilan restorative; perlindungan khusus kelompok rentan seperti disabilitas, perempuan, anak, dan lansia; penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam seluruh tahap pemeriksaan; perbaikan pengaturan upaya paksa dengan memperkuat asas due process of law; pengenalan mekanisme hukum baru seperti pengakuan bersalah dan penundaan penuntutan korporasi; pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi; pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban atau pihak yang dirugikan; serta modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel. ist





