PALANGKA RAYA – Pj Sekdaprov Kalteng Fahrizal Fitri beranggapan hak interpelasi DPRD Kalteng terkait Pergub No 10/2018 dan evaluasi tenaga kontrak (tekon) di lingkungan Pemprov sudah tak relevan lagi.
Dasarnya, kata Fahrizal, adalah hasil konsultasi Pemprov dengan Kemendagri yang menyebutkan besaran tunjangan perumahan dan transportasi anggota Dewan sudah sesuai mengacu Perda No 4/2017 dan PP No 18/2017.
“Karena Kemendagri sendiri menyatakan bahwa ini sudah sesuai dengan ketentuan yang di atas, tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi. Jadi substansinya mereka melakukan hak interpelasi itu tidak tepat lagi,” katanya.
Sedangkan untuk masalah tekon, ia menyampaikan bahwa proses evaluasi sudah terbuka dan benar. “Pada tahapannya evaluasi yang harus terbuka, dalam artian semua orang boleh ikut seleksi, dan itu sudah kita lakukan,” ujarnya.
Dikatakan Fahrizal, saat dilakukan evaluasi terhadap seluruh tenaga kontrak, termasuk juga yang baru ikut, karena mereka sudah habis kontraknya, sehingga semua sama haknya ikut daftar. “Setelah ikut seleksi dengan adanya nilai, itulah yang kita anggap lulus. Ke depannya tidak menutup kemungkinan kita akan terus melakukan evaluasi,” ujar dia.
Menurut Fahrizal, karena tenaga kontrak itu tidak termasuk dalam kriteria ASN, sehingga menjadi hak Pemprov untuk melakukan kontrak sesuai kebutuhan. “Di dalam kontrak itu dijelaskan masa berlakunya perjanjian kontrak tersebut. Apabila berakhir, maka pihak Pemda bisa menggunakan kembali atau tidak, tergantung kebutuhan,” ujarnya.
Sekda mengatakan, pihaknya melakukan evaluasi tekon dengan pertimbangan belanja pegawai Pemprov mencapai 54 persen dari APBD. “Ini APBD kita tidak sehat. Kalau kita ingin membuka penerimaan PNS, itu harus di bawah 50 persen. Dengan kondisi seperti ini, kita akan terus moratorium penerimaan pegawai, kasihan teman-teman yang ingin jadi pegawai tetap atau PNS,” kata dia.
Pertimbangan lainnya adalah beban pekerjaan. “Kita tidak ingin banyak staf, tapi tidak efektif. Prinsipnya kita ingin agar meningkatkan efektivitas dan efisiensi anggaran, sehingga terjadi peningkatan produktivitas kinerja di semua ruang lingkup Pemprov Kalteng,” pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi A DPRD Kalteng Y Freddy Ering mengatakan, Pansus Hak Interpelasi tidak sekadar membahas Pergub, namun lebih fokus pada isu evaluasi tekon yang terindikasi maladministrasi.
“Fokus ke masalah tekon 65 persen, dan Pergub … yaaa 35 persenlah, karena tekon itu berdampak dan meresahkan masyarakat,” kata Freddy, semalam.
Mengenai Pergub No 10/2018, Freddy menilai isu itu dipolitisasi sedemikian rupa. Padahal, kata dia, yang disorot Dewan lebih pada soal mekanisme, prosedur, dan urgensi penerbitan Pergub itu. “Bukannya soal angka atau nilai uangnya,” ujar dia.
Mengenai tekon, Freddy mengatakan, Pemprov terkesan menghindar karena bobot penyimpangannya sangat signifikan. Buktinya Sekdaprov tak pernah mau hadir. sgh/m-sms