Tabengan.com – Karakter kalangan muda atau generasi milenial tak tertarik pada pemberitaan politik. Fenomena itu dianggap mengkhawatirkan, terlebih tahun depan merupakan proses pemilu yang dilakukan secara serentak.
Hal itu dikemukakan CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, baru-baru ini.
Generasi milenial semesti melek pada pemberitaan politik, mengingat perlu mengetahui siapa yang akan dipilih dan mengundang partisipasi pemilih.
Nah… celakanya dalam konteks politik, generasi milenial rada cuek dengan politik. Survei terbaru hanya 22 persen anak-anak milenial yang mengikuti pemberitaan politik.
Klasifikasi milenial dihitung sejak usia 21-35 tahun. Jika dikonversi sebagai pemilih, usia di rentang waktu tersebut meguasai 45 suara secara nasional.
Dari survei yang ditemukan, kalangan milenial tak suka akan berita politik, lantaran dianggap informasi-informasi tersebut sudah dicap untuk urusan orang tua saja.
Generasi milenial lebih banyak mengikuti berita seputar olahraga, musik, film, lifestyle, media sosial kemudian IT.
Tentu saja, fenomena ini harus dijadikan cambuk oleh sejumlah pihak, termasuk partai politik. Isu-isu politik perlu dibungkus secara ringan untuk menarik minat milenial.
Sebenarnya, sudah sangat banyak terlihat ada tren positif banyak kalangan muda mengisi posisi penting di pemerintahan, parlemen dan top manajemen perusahaan start up, meski jumlahnya tak banyak.
Jadi, jika tidak bisa menyiapkan dari sekarang, maka kita akan melewatkan zaman keemasan kita. Padahal, Pemilu 2019 ini penting bagi keberlangsungan milenial, terutama 25 tahun ke depannya.v-id