PALANGKA RAYA/tabengan.com – Wakil Gubernur Kalteng Habib H Said Ismail menyebutkan, lamanya penyelesaian sengketa tapal batas antara Kalteng dan Kaltim khususnya pada sekmen Barito Utara-Kutai Barat tidak terlepas dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di daerah itu.
“Pasti pemicunya adalah kekayaan SDA, tidak bisa tidak, karena kalau batas itu bergeser, sehingga kekayaan SDA yang punya Kalteng itu cuma sedikit, banyak mereka (Kaltim),” ujar Habib di Palangka Raya, baru-baru ini.
Dengan terjadinya sengketa tapal batas tersebut, banyak kerugian yang dialami Kalteng, meski dia tidak menyebutkan berapa jauh tapal batas Kalteng-Kaltim saat ini yang masuk ke wilayah Kalteng.
Namun dari royalti, ujar Habib, perusahaan yang beroperasi di daerah batas Kalteng-Kaltim sampai 2012 itu masih mengakui bahwa itu wilayah Kalteng, dengan bukti catatan royalti dari perusahaan tersebut untuk Kalteng itu mencapai 80 persen lebih.
Dan berdasarkan peta overlay perusahaan, pada 2013 masih mencantumkan batas yang mengacu pada keputusan Mendagri No 185.5-486 pada Mei 1989, sehingga secara tidak langsung, perusahaan mengakui bahwa itu batas Kalteng, ujarnya.
Namun, ada regulasi yang dirasa oleh pihak perusahaan mempersulit bisnis mereka, maka perusahaan tersebut mengikuti peta yang dikeluarkan oleh ESDM dan Kaltim. Sehingga pada 2012, 2013 ke atas, royalti dari perusahaan untuk Kalteng turun menjadi 60 persen, dan sekarang tinggal 51 persen.
Artinya apa, tekanan-tekanan yang dilakukan pemerintah pusat dan mungkin oleh Kaltim, efek dari kesepakatan 2009, dan juga efek Gubernur waktu itu melarang pengiriman SDA yang digali di Kalteng keluar dari wilayah Kalteng. “Kelihatannya itu memicu terjadinya pergeseran batas daerah ini,” ungkapnya.
Namun kerugian atas bergesernya batas tersebut tidak bisa dihitung. Dari royalti yang tertahan di kas negara sekarang diperkirakan hampir Rp300 miliar yang masih belum bisa dicairkan, karena masih ada sengketa yang terjadi sejak 2010 ke atas. “Kalau batas wilayah itu menggunakan batas wilayah yang lama, sekitar 80 persen dari pembayaran royalti oleh perusahaan hampir mencapai Rp300 miliar itu akan menjadi milik Kalteng,” ujarnya. dkw