PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) beberapa waktu lalu melaunching Indeks Kerawanan Pemilihan (IKP) Serentak Tahun 2024. Di Kalteng, Bawaslu membagi IKP dalam 3 Kategori Kerawanan yaitu Kerawanan Tinggi, Kerawanan Sedang dan Kerawanan Rendah. Berdasarkan konsep yang dipetakan oleh Bawaslu RI, Kalteng terkategori Rawan Rendah.
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat, Bawaslu Kalteng Hj Siti Wahidah mengatakan, dari 8 provinsi dengan kategori IKP Rawan Rendah, Kalteng berada di peringkat 2 di bawah Kalimantan Utara (Kaltara) di posisi pertama.
“Dari 8 provinsi se-Indonesia, Kalteng terendah nomor 2 dengan skor IKP 18,77, dan Kaltara nomor 1 dengan skor IKP 20,36 dan ini sangat baik,” ungkap Hj Siti Wahidah di Palangka Raya, baru-baru ini.
Dijelaskan Wahidah, walaupun dalam situasi rilis IKP Serentak 2024, untuk Kalteng dalam Status Rawan Rendah, pihaknya tidak akan memberikan suatu kelonggaran apapun kepada penyelenggara (KPU), maupun peserta yang akan bertanding.
“Kami akan melakukan suatu pengawasan yang lebih ketat, untuk kami petakan di IKP betul-betul akan terhindar atau tidak terjadi,” ujarnya.
Wahidah juga menyebut, dari 13 kabupaten dan 1 kota di Kalteng yang memiliki tingkat kerawanan tertinggi berdasarkan pantauan data Bawaslu Kalteng yakni ada dua kabupaten.
“Daerah yang mungkin tinggi kerawanannya Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), dan Kotawaringin Barat (Kobar) kita melihat ini dan mengantisipasi hal tersebut,” jelasnya.
Wahidah juga menyebut, biasanya apabila ada kepala daerah yang maju adalah incumbent (petahana) itu kerawanannya juga akan tinggi, baik itu dari sisi netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pola-pola baru yang dilakukan dalam kampanye.
Wahidah juga menyoroti, persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kalteng yang tidak boleh ada terlewatkan, apalagi kesalahan data dimana jangan sampai yang memiliki hak untuk masuk DPT, malah tidak masuk dan yang harusnya tidak memenuhi syarat malah masuk DPT.
“Relevansi ini kami mengikuti Pemilu 2019, Pilkada 2020 dan Pemilu kemarin 2024. Sehingga harapan kami jangan sampai, karena Pilkada 2024 ini sangat sensitif sekali,” ujarnya.
Menurut Wahidah, persoalan DPT ini selalu menjadi masalah di setiap pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
“Di Mahkamah Konstitusi pun, yang selalu diajukan pertama berkaitan dengan masalah pemilih dan lain sebagainya. Sehingga ini yang selalu kami mitigasi dari awal jelang Pemilu atau Pilkada,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Wahidah juga mengingatkan, terkait kerawanan konflik yang terjadi di Kalteng masih cenderung aman untuk diatasi.
“Untuk konflik selama dua periode kalau berbicara periode itu sangat terantisipasi, masalah konflik di Kalimantan sendiri pun sangat teratasi. Misalnya, selama 2 periode Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang memimpin Kalteng, tidak pernah ada istilah disebutkan pak Teras adalah Gubernurnya orang Dayak walaupun beliau orang Dayak, tapi kita menyebutnya beliau adalah Gubernurnya Kalteng,” bebernya.
Kemudian juga, lanjut Wahidah, dua periode Sugianto Sabran menjadi Gubernur tidak ada istilah kita menyebut beliau Gubernurnya orang Muslim tetapi kita menyebutnya Gubernurnya Kalteng.
“Jadi kita menarik satu kesimpulan bahwa masalah ini sudah akur. Berarti perjalanan demokrasi di Kalteng itu betul-betul sudah sesuai dengan aturan main atau ketentuan Undang-Undang (UU) atau ketentuan lainnya yang ditetapkan UU,” tambahnya.ist





