PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID-Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah (Kalteng) menggelar pertemuan penting bersama Satuan Tugas (Satgas) Garuda dan PT Agrinas Palma Nusantara untuk membahas penertiban kawasan hutan, khususnya lahan sawit seluas lebih dari 420 ribu hektare yang telah diamankan karena masuk dalam kawasan hutan tanpa kejelasan izin atau status hukum. Pertemuan tersebut digelar dalam agenda Coffee Morning di Lobi Mapolda Kalteng, Kamis (17/4).
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng Agustan Saining, menjelaskan, pemerintah provinsi mendukung penuh langkah penertiban yang dilakukan Satgas Garuda. Ia menegaskan, saat ini Pemprov tengah melakukan proses verifikasi untuk menentukan status akhir lahan-lahan tersebut.
“Intinya, pemerintah provinsi ingin mendengar langsung dari Satgas Garuda. Dan memang sudah disampaikan, di Kalimantan Tengah ini kurang lebih 420 ribu hektare sudah diamankan,” kata Agustan.
Ia menekankan bahwa istilah “diamankan” tidak serta merta berarti lahan tersebut disita oleh negara.
“Bahasa diamankan itu bukan berarti disita, ya. Jadi nanti 420 ribu hektare itu akan diverifikasi lagi. Mana yang bisa dikelola oleh negara, mana yang bisa dikerjasamakan, dan mana yang bisa diserahkan langsung ke masyarakat. Misalnya ada bagian masyarakat, plasmanya memang di situ, ya itu akan dikembalikan ke masyarakat,” jelasnya.
Agustan menyebutkan, wilayah yang terdampak penertiban ini meliputi Kabupaten Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat, dan Seruyan. Pemerintah daerah masih menunggu hasil verifikasi sebelum menetapkan kebijakan lanjutan.
“Apakah ini hanya evaluasi atau ada penyitaan, sementara ini semuanya masih dalam tahap verifikasi. Nanti pihak yang berwenang yang akan memberikan informasi setelah proses itu dilaksanakan,” tambahnya.
Lebih jauh, Agustan mengungkapkan, secara keseluruhan, Satgas Garuda telah mengamankan sekitar 4,42 juta hektare lahan di berbagai wilayah, termasuk di luar Kalteng. Dari jumlah tersebut, sekitar 124 ribu hektare telah diserahkan ke lembaga Greens Indonesia untuk diverifikasi oleh negara.
“Nanti dari 124 ribu hektare itu akan ditentukan, apakah akan dikelola oleh negara, dikerjasamakan, atau langsung dikembalikan ke masyarakat. Siapa yang paling berhak mengelola juga akan ditentukan berdasarkan hasil verifikasi,” ujarnya.
Menurutnya, langkah ini sejalan dengan instruksi pemerintah pusat yang ingin menata ulang kawasan hutan yang selama ini memiliki persoalan perizinan. Beberapa kawasan yang tidak memiliki pelepasan kawasan atau izin kehutanan yang lengkap akan diambil alih dan ditertibkan kembali oleh negara.
“Informasinya, keinginan pemerintah pusat adalah untuk mengelola benar-benar kawasan hutan yang sudah terlanjur belum diselesaikan perizinannya. Itu akan diambil alih. Beberapa yang belum ada pelepasan kawasan atau perizinan lain, itu yang akan ditertibkan lagi,” tegas Agustan.
Ia juga mengungkapkan bahwa beberapa perusahaan atau pihak pengelola lahan sebenarnya memiliki izin, namun bukan izin kawasan hutan yang diakui oleh pemerintah pusat.
“Sebetulnya mereka ada izinnya, cuma izin kawasan hutan yang dianggap pemerintah pusat belum ada. Pemerintah daerah menggunakan tata ruang sebagai dasar, sementara pemerintah pusat menggunakan SK Menteri Kehutanan mengenai kawasan hutan,” sebutnya.
Agustan menambahkan, persoalan regulasi yang berubah-ubah, menyebabkan sejumlah kawasan yang sebelumnya berstatus non-kawasan hutan kini dikembalikan lagi menjadi kawasan hutan.
“Dulu, sudah pernah menjadi non-kawasan hutan, tiba-tiba dikembalikan lagi jadi kawasan hutan. Itu yang membuat keterlanjuran juga, akibat perubahan regulasi,” pungkasnya. ldw